BAB
5 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 5
Aku menggosokan telapak tanganku. AC
nya bocor. Aku merasa kedinginan. TL datang untuk membetulkan AC nya. Wajahku
pucat pasi seperti orang yang baru saja mengalami cuci otak. Mataku berat untuk
memeperhatikan segala hal. Pikiranku kosong dan tidak ada gambaran.
Aku merasa lemas di semua bagian
tubuhku. Aku bagaikan seonggol daging yang tidak bertulang. Aku tak
berdaya mengendalikan tangan dan kakiku. Aku seperti orang malas yang tidak
bisa melakukan apapun. Rasanya berat dan juga kaku. Seperti kesemutan yang
sangat lama.
Aku bingung harus melakukan apa. Kau
bisa bayangkan aku seperti orang yang baru bangun tidur karena kelelahan.
Rasanya sedikit linu di beberapa bagian tubuhmu. Matamu buram dan terasa berat
untuk melihat siapa yang sudah membangunkanmu. Sensasinya seperti ragamu kosong
padahal kamu masih dalam keadaan berfikir. Tapi kamu berfikir sesuatu yang
tidak pernah kamu fikirkan.
Udaranya masih terasa dingin. Pak
kondektur masih membetulkan AC nya.
Kasuhi tiba tiba bangun dan berdiri
tegak dari tempat duduknya. Dia menjulurkan tangan kearah rak bus dan mengambil
botol minuman yang saat tadi di isi oleh guru pembimbing kami.
“ Ah… iya.” Minuman itu dari sebuah
galon yang tadi di bagikan secara merata kepada murid murid. Guru pembimbing
kami tidak menginginkan kami membeli minuman yang sangat mahal di tempat wisata
nanti.
Hal yang terjadi seperti tidak asing
di pikiranku. Aku ingat dengan galon minuman itu. Ingatan pilu yang tidak bisa
diam dan sering kabur jika di koreksi.
" Kau tidak ingin ? " Dengan
tanganya yang menjulur, Radi menawarkanku botol minuman yang sedang dia bawah.
Aku hanya diam dan tidak menjawab. Seperti posisiku adalah orang yang lumpuh dan tidak dapat bicara. Aku tidak merespon maupun membalas interaksi yang ada di luar.
Radi kebingungan. Tangan yang saat tadi dia ulurkan untuk memberikan minuman kepadaku dia tarik kembali dengan sedikit ragu- ragu. Sekilas dia tersenyum untuk merenggangkan kecanggunganya.
" Eh... Ya.. Aku minum dulu. Aku sangat haus. AC nya bocor sampai dua kali. Ini sedikit menyusahkan.“
Aku hanya diam dan tidak menjawab. Seperti posisiku adalah orang yang lumpuh dan tidak dapat bicara. Aku tidak merespon maupun membalas interaksi yang ada di luar.
Radi kebingungan. Tangan yang saat tadi dia ulurkan untuk memberikan minuman kepadaku dia tarik kembali dengan sedikit ragu- ragu. Sekilas dia tersenyum untuk merenggangkan kecanggunganya.
" Eh... Ya.. Aku minum dulu. Aku sangat haus. AC nya bocor sampai dua kali. Ini sedikit menyusahkan.“
Apa yang dimaksud dua kali. Yang aku
lihat sekrang baru pertama kali kondektur bis membenarkan AC.
Tapi masalah kecil seperti itu sudah
hilang dipikiranku. Aku sudah terbiasa dengan semua kejanggalan dan keanehan
ini. Perlahan-lahan aku mulai sadar beberapa hal memang tidak harus di tanggapi
dengan serius dan berfikir. Banyak hal menguntukan jika kau melakukan itu
dengan benar. Oh ya, mungkin juga karena sekarang aku terfokus kepada Radi.
Dia meminum botol minumanya dengan
rasa puas. Tenggorokanya bergelombang cepat karena air minuman deras mengalir
di sekitar kerongkonganya.
Udara AC yang dingin membuat
kerongkongan Radi menjadi kering. Aku juga tidak bisa menyangkal jika sekarang
ini aku sedang kehausan. AC yang bocor hingga dua kali tentu dapat membuat
kering seluruh ion di tubuhku. Bahkan jika itu tidur, normalnya jika kita tidur
di dalam bis, mulut kita akan terbuka karena posisi tengkup kepala yang tidak
sesuai. Ya, dan ketika hal itu terjadi semua akan merasakan hal yang sama jika
diatas mereka adalah mesin elektronika AC, tenggorokan mereka kering dan
kehausan.
Tapi aku bingung harus melakukan apa.
Badanku kaku tidak bisa di gerakkan. Aku mencoba untuk menggeram. Memaksa batas
tubuhku yang lemah ini. Aku ingin melawan gaya gravitasi yang tiba-tiba
memberat di sekitar tempat dudukku. Aku menjulurkan tangan dengan gemetar
kearah Radi. Aku berusaha keras untuk melakukan itu. Seperti dalam keadaan
seseorang yang berjalan diatas satu tali di tengah-tengah tebing. Terasa sangat
sulit untuk di lakukan.
Belum sempat aku meraih minuman yang
sedang dipegang Radi Tanganku kaku dan membuat tungkaiku turun. Arah dari
tungkaiku yang turun menyebabkan tabrakan dengan lengan Radi yang sejak dari
tadi memegang botol minuman.
Radi terkejut dan memuntahkan air yang
sedang dia minum. Air berceceran dimana mana. Di kursi. Di lantai dan juga Di
sandaran kursi depan.
Radi bak orang yang baru saja
tenggelam di kolam yang amat sangat dalam. Dia kemasukan air di lubang
hidungnya. Tubuhnya menunduk dan matanya terpejam. Radi membersihkan lubang
hidungnya yang keseluruhan terisi dengan air.
Dua orang yang duduk di depanku ikut menoleh kebelakang. Mereka ikut berkomentar tentang prilaku radi.
Dua orang yang duduk di depanku ikut menoleh kebelakang. Mereka ikut berkomentar tentang prilaku radi.
"
Menjijikan..." Sindir Manda.
*Eh.. aku ingat dengan suara ini.
" Heeee… Kasuhiiiii kenapa ? “
*Aku juga ingan dengan nada panjang orang ini.
" Tidak apa - Tidak apa, aku
salah memasukan air kedalam hidungku." Kasuhi menutupi kejadian ini dengan
candaan seperti sifat aslinya yang tidak berubah. Dia melindungiku.
Aku mungkin berfikiran tidak jelas
saat ini. Bukan seperti aku tidak mengingat apa yang terjadi barusan, dan apa
yang sedang menimpaku saat ini. Tapi lebih kearah aku lebih tahu bahwa semua
ini serperti kebohongan yang sangat rapi. Padahal sejak tadi aku hanya diam dan
duduk bersandar di kursi. Aku tidak berinteraksi bahkan menoleh kearah depan.
Tidak mungkin aku bisa tahu apa yang dilakukan semua orang. Dan AC yang bocor
dua kali. Seingatku baru ini ACnya bocor. Iya, baru kali ini. Tidak ada ingatan
lain tentang AC yang bocor di kepalaku. Atau mungkin saja kepalaku yang rusak.
Tapi walaupun begitu aku dengan
sendirinya tahu siapa mereka.
Bagaimana posisi duduk mereka.
Ini seperti kalian melihat pesulap
yang sedang beraksi di atas panggung.
Di depan pesulap itu berjajar lima
orang yang memakai baju berbeda-beda. Pesulap itu berjarak tujuh meter dari
lima orang tersebut. Lalu dia menutup mata dan mengintruksikan kepada lima
orang tersebut untuk saling bertukar posisi secara acak. Lalu dia menebak
posisi ke lima orang tersebut. Pesulap itu menebak dengan benar dari baju
setiap orang yang bejajar dari kanan baris hingga kiri baris.
Dia seperti menggunakan indra ke enam.
Atau dia menggunakan trik yang belum di ketahui. Itu terlihat aneh dan
mencengangkan.
Sama halnya denganku saat ini.
Apa aku memiliki indra ke enam ?
Otaku terus berlabuh di dermaga dengan
sejuta pertanyaan.
Hari ini memang hari yang sangat aneh.
Hari ini aku sedikit berubah. Aku berubah dan berbeda dengan kebanyakan orang. Hanya
aku yang berubah. Perubahanku tidak di ketahui oleh semua orang. Seperti
ingatanku sendiri yang melompat di beberapa hal dan ingatan mereka tetap
berjalan santai dijalan yang datar.
Aku tidak ingat kenapa aku bersikap
seperti ini terhadapa mereka. Sikapku yang seperti ini mengalir seperti sungai
kecil yang beraliran deras. Tanpa aku sadari aku merespon percakapan mereka
dengan suatu index ingatan yang tiba tiba datang dan menggeliat geliat geli di
sekitar pikiranku. Tentang air yang tumpah ini.
Aku menghadap kearah mereka dan—
“ Aku akan mengambil Koran. Kamu bisa
menggunakan Koran itu sebagai Lap air yang tumpah ini.” —semuanya terlontar begitu
saja. Aku tidak begitu paham apa Koran yang aku maksud. Ini index ingatan yang
tiba tiba datang dipikiranku.
Aku tidak begitu mengerti kenapa aku
tiba tiba mengatakan hal ini.
Tapi aku ingat siapa yang memiliki
Koran itu. Ini ingatan yang aneh. Karena
ini ingatan yang tidak pernah aku minta untuk datang di pikiranku. Ingatan yang tidak pernah aku jalani tapi aku
ingat pernah mengalami ini.
De ja vu kah? Apa De ja vu seperti ini. Aku tidak yakin
jika ini De ja vu.
Apa apaan ini.
Aku tidak peduli.
Aku kembali ke perhatiaan mereka. Mereka
kebingungan mendengar nada suaraku yang sangat datar.
Tidak biasa.
Begitukah yang kalian pikirkan ? aku
tidak peduli.
Aku benar benar tidak peduli. Tapi
kenapa aku tidak peduli. Aku tidak peduli dengan kepededulianku. Aku tidak
peduli dan berdiri menyikapi mereka. Aku berdiri untuk melanjutkan tujuanku.
Aku menyingkapkan kaki dan melompat sedikit untuk memposisikan tubuhku di
tengah-tengah bis. Ada hal yang ingin kulakukan terhadap mereka. Dan ada hal
lain juga yang ingin aku pastikan.
Aku mulai berjalan menuju kedepan bis.
Di mana perkara itu aku curigai.
*Samar samar aku mendengar percakapan kasuhi yang menyatakan benda aneh
yang terpasang di sandaran kursi bis. Dia sepertinya memeriksa benda itu ketika
dia membuka rekatan kursi bis yang terkena cipratan air. Aku melihat sebentar.
Aku melihat dia meraba raba kursi yang dia anggap sesuatu yang tidak biasa.
Itu mungkin hal menarik. Tapi dalam
hal ini aku sedang tidak tertarik. Aku seperti dalam misi menuju luar angkasa.
Tentu semenarik apapun kejadian di bumi kau tidak akan kembali untuk
melihatnya. Ada hal lain yang jauh lebih menarik di lura angkasa sana. Itu yang
aku rasakan.
Aku tiba dibagian depan bis. TL bis reflek melihatku yang
baru datang. Aku melihat benda yang aku maksud. Sedikit perasaanku lega karena
pernyataanku benar. Namun banyak yang berkubang dipikiranku adalah kebingungan.
Aku mengtakan dengan pelan maksud dan tujuan ku terhadap TL bis.
Aku mengtakan dengan pelan maksud dan tujuan ku terhadap TL bis.
“ Mungkin beberapa. Tidak terlalu basah.”
TL
bis menyetujuinya. Dia mengambil beberapa Koran yang berserakan dibagian datar
kaca depan bis.
Dia mengambil sekitar dua buah bundel Koran dan langsung di berikan kepadaku.
Aku mengangkat tanganku pelan untuk bermaksud menerima Koran itu.
Dia mengambil sekitar dua buah bundel Koran dan langsung di berikan kepadaku.
Aku mengangkat tanganku pelan untuk bermaksud menerima Koran itu.
Tapi
tiba tiba—
“Jangan !!.”
Sopir
bis menyela cepat. Pandanganya berganti ganti dari melihat jalan dan melihat
Koran yang akan di berikan kepadaku. Seperti dia tidak ingin ada yang melihat
isi Koran itu. Kondektur bis melihat lagi Koran yang akan di berikan kepadaku. Dia
memiringkan kepalanya seperti ingin mencari sesuatu.
“ Tidak apa apa. Ini Koran lama.”
Kenapa Koran lama!!!
Kenapa dia menyebutkan maksud yang tidak jelas. Apa mungkin mereka sudah paham dengan pembicaraan mereka. Seperti koneksi tersendiri yang dimiliki setiap manusia.
Kenapa dia menyebutkan maksud yang tidak jelas. Apa mungkin mereka sudah paham dengan pembicaraan mereka. Seperti koneksi tersendiri yang dimiliki setiap manusia.
Kalian bisa membayangkan koneksi itu
seperti kalian sedang berbicara dengan teman kalian tentang bola.
“ Madrid vs Munchen ? ”
“ 1-0 “
“ Pemainya payah “
“ Kandang sendiri “
Kalian tidak perlu menyebutkan
detailnya. Karena kalian sudah paham topic yang kalian bicarakan.
TL bis memandang sopir bis yang
terlihat masih bingung dengan keadaanya. Aku bertanya kepada diriku sendiri.
Kenapa aku menyangkal mereka ? Apa urusan mereka terhadapku hingga aku
mempunyai pikiran buruk terhadap mereka.
Aku tidak bermaksud berfikiran buruk.
Hanya saja aku sekarang sedang kebingungan. Orang akan mudah tersinggung jika
dia sedang kebingungan.
Kalian tahu, sejak tadi aku bahkan
tidak peduli dengan apa pun. Aku hanya merasa ini sebuah efek. Tapi entah efek
apa itu aku hanya berspekulasi. Mungkin di posisiku ini kalian akan merasa
sulit. Mungkin kalian akan menyerah.
Bisa kalian bayangkan jika kalian baru
saja melihat orang bungkuk di depan rumah kosong menghadap kesamping. Lalu tiba
tiba keluar anak kecil bekuncir dua dengan mulut tersenyum tapi mata berexpresi
menangis. Anak itu bahkan tidak melirik mu sedikit. Anak itu hanya menghampiri
orang bungkuk itu dan menuntun orang bungkuk itu untuk masuk kedalam rumah.
Tapi cara berjalan orang bungkuk itu aneh tidak seperti biasanya. Dia hanya mau
berjalan ke samping bukan lurus kedepan. Anak itu memaksa dan menarik narik
baju orang bungkuk itu. Dia menarik sambil menggoyang goyangkan tubuhnya. Dia
semakin cepat menarik narik orang bungkuk itu. Dia terlihat susah payah menrik
orang bungkuk itu. Expresinya berubah menjadi kemarahan seperti inigin membunuh
seseorang. Matanya melotot dan memerah darah. Dia berteriak teriak “MAASSSSUKKK
, MASUUUKKKK MASUUUKKK , MASUUUKKKK, MAAASUUUK. ” untuk membuat orang itu
berjalan lururs masuk kerumah. Kenapa kau memaksa dia masuk hanya karena dia
tidak mau berjalan lurus.
Seperti itulah tekanan di pikiranku.
Kenyataan di dunia ini seperti tidak
sama dengan apa yang aku pikirkan. Sayangnya apa yang aku pikirkan tidak pernah
berpenampilan jelas untuk aku lihat.
Lalu secara tidak diketahui seberkas
ingatan yang berupa index datang sekilas di pikiranku.
* Aku melihat tanggal dari Koran itu seperti baru di muat hari ini.
Baunya juga seperti baru di cetak
Hal itu tiba-tiba terngiang
dipikiranku.
Hal itu.
Tiba tiba terlintas dan
menghubungkanku dengan kejadian ini. Semuanya sangat jelas tapi aku tidak bisa
membuktikanya.
Aku—
Ini—
Aku mengingat!!
Barusan.
Kapan itu terjadi?
Apa ?
Semuanya pertanyaan bertabrakan
menjadi satu.
Aku tidak bisa bertahan dengan tekanan
dari pertanyaan ini.
Kenapa pertanyaan ini terus
bermunculan dan menekean kesegala arah.
Rasanya seperti diruangan yang sangat
sempit dan di kelilingi tembok penuh coretan yang berputar putar.
Aku tidak bisa menghentikanya.
“ Apa ini ? “
“Apa itu ? “
“Kenapa ini ? “
“ Kenapa itu ? “
“Siapa kau sebenarnya ? “
“Siapa aku sebenrnya ? “
Putaran ini semakin menyiksa.
Aku tidak bisa melihat apa apa lagi
Tembok itu terus berputar.
“HENTIKKAAAAAN….!!!! “
“… SESEORANG”
“TOLONG…!!!”
“ @&#*#(@&#&#@(#&”
“ @&#*#(@&#”
“ Tolong…”
Lalu—
“
Sadi ? “ Mataku terbuka.
Orang
pertama yang aku lihat.
Aku
terbangun dari sebuah siksaan.
Semua
di bis memperhatikanku.
Aku
berdiri lama lima belas menit di depan bis tanpa melakukan apapun.