Rabu, 05 November 2014

Bab 5 . Ingatan yang diringkas #5

BAB 5 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 5

Aku menggosokan telapak tanganku. AC nya bocor. Aku merasa kedinginan. TL datang untuk membetulkan AC nya. Wajahku pucat pasi seperti orang yang baru saja mengalami cuci otak. Mataku berat untuk memeperhatikan segala hal. Pikiranku kosong dan tidak ada gambaran.
Aku merasa lemas di semua bagian tubuhku. Aku bagaikan seonggol daging yang tidak bertulang. Aku tak berdaya mengendalikan tangan dan kakiku. Aku seperti orang malas yang tidak bisa melakukan apapun. Rasanya berat dan juga kaku. Seperti kesemutan yang sangat lama.
Aku bingung harus melakukan apa. Kau bisa bayangkan aku seperti orang yang baru bangun tidur karena kelelahan. Rasanya sedikit linu di beberapa bagian tubuhmu. Matamu buram dan terasa berat untuk melihat siapa yang sudah membangunkanmu. Sensasinya seperti ragamu kosong padahal kamu masih dalam keadaan berfikir. Tapi kamu berfikir sesuatu yang tidak pernah kamu fikirkan.
Udaranya masih terasa dingin. Pak kondektur masih membetulkan AC nya.
Kasuhi tiba tiba bangun dan berdiri tegak dari tempat duduknya. Dia menjulurkan tangan kearah rak bus dan mengambil botol minuman yang saat tadi di isi oleh guru pembimbing kami.
“ Ah… iya.” Minuman itu dari sebuah galon yang tadi di bagikan secara merata kepada murid murid. Guru pembimbing kami tidak menginginkan kami membeli minuman yang sangat mahal di tempat wisata nanti.
Hal yang terjadi seperti tidak asing di pikiranku. Aku ingat dengan galon minuman itu. Ingatan pilu yang tidak bisa diam dan sering kabur jika di koreksi.  
" Kau tidak ingin ? " Dengan tanganya yang menjulur, Radi menawarkanku botol minuman yang sedang  dia bawah.
        Aku hanya diam dan tidak menjawab. Seperti posisiku adalah orang yang lumpuh dan tidak dapat bicara. Aku tidak merespon maupun membalas interaksi yang ada di luar.
                Radi kebingungan. Tangan yang saat tadi dia ulurkan untuk memberikan minuman kepadaku dia tarik kembali dengan sedikit ragu- ragu. Sekilas dia tersenyum untuk merenggangkan kecanggunganya.
        " Eh... Ya.. Aku minum dulu. Aku sangat haus.
AC nya bocor sampai dua kali. Ini sedikit menyusahkan.“
Apa yang dimaksud dua kali. Yang aku lihat sekrang baru pertama kali kondektur bis membenarkan AC.
Tapi masalah kecil seperti itu sudah hilang dipikiranku. Aku sudah terbiasa dengan semua kejanggalan dan keanehan ini. Perlahan-lahan aku mulai sadar beberapa hal memang tidak harus di tanggapi dengan serius dan berfikir. Banyak hal menguntukan jika kau melakukan itu dengan benar. Oh ya, mungkin juga karena sekarang aku terfokus kepada Radi.
Dia meminum botol minumanya dengan rasa puas. Tenggorokanya bergelombang cepat karena air minuman deras mengalir di sekitar kerongkonganya.
Udara AC yang dingin membuat kerongkongan Radi menjadi kering. Aku juga tidak bisa menyangkal jika sekarang ini aku sedang kehausan. AC yang bocor hingga dua kali tentu dapat membuat kering seluruh ion di tubuhku. Bahkan jika itu tidur, normalnya jika kita tidur di dalam bis, mulut kita akan terbuka karena posisi tengkup kepala yang tidak sesuai. Ya, dan ketika hal itu terjadi semua akan merasakan hal yang sama jika diatas mereka adalah mesin elektronika AC, tenggorokan mereka kering dan kehausan.
Tapi aku bingung harus melakukan apa. Badanku kaku tidak bisa di gerakkan. Aku mencoba untuk menggeram. Memaksa batas tubuhku yang lemah ini. Aku ingin melawan gaya gravitasi yang tiba-tiba memberat di sekitar tempat dudukku. Aku menjulurkan tangan dengan gemetar kearah Radi. Aku berusaha keras untuk melakukan itu. Seperti dalam keadaan seseorang yang berjalan diatas satu tali di tengah-tengah tebing. Terasa sangat sulit untuk di lakukan.
Belum sempat aku meraih minuman yang sedang dipegang Radi Tanganku kaku dan membuat tungkaiku turun. Arah dari tungkaiku yang turun menyebabkan tabrakan dengan lengan Radi yang sejak dari tadi memegang botol minuman. 
Radi terkejut dan memuntahkan air yang sedang dia minum. Air berceceran dimana mana. Di kursi. Di lantai dan juga Di sandaran kursi depan.
Radi bak orang yang baru saja tenggelam di kolam yang amat sangat dalam. Dia kemasukan air di lubang hidungnya. Tubuhnya menunduk dan matanya terpejam. Radi membersihkan lubang hidungnya yang keseluruhan terisi dengan air.
        Dua orang yang duduk di depanku ikut menoleh kebelakang. Mereka ikut berkomentar tentang prilaku radi.
" Menjijikan..."  Sindir Manda.
                                                      
*Eh.. aku ingat dengan suara ini.

" Heeee… Kasuhiiiii kenapa ? “

*Aku juga ingan dengan nada panjang orang ini.

" Tidak apa - Tidak apa, aku salah memasukan air kedalam hidungku." Kasuhi menutupi kejadian ini dengan candaan seperti sifat aslinya yang tidak berubah. Dia melindungiku.
Aku mungkin berfikiran tidak jelas saat ini. Bukan seperti aku tidak mengingat apa yang terjadi barusan, dan apa yang sedang menimpaku saat ini. Tapi lebih kearah aku lebih tahu bahwa semua ini serperti kebohongan yang sangat rapi. Padahal sejak tadi aku hanya diam dan duduk bersandar di kursi. Aku tidak berinteraksi bahkan menoleh kearah depan. Tidak mungkin aku bisa tahu apa yang dilakukan semua orang. Dan AC yang bocor dua kali. Seingatku baru ini ACnya bocor. Iya, baru kali ini. Tidak ada ingatan lain tentang AC yang bocor di kepalaku. Atau mungkin saja kepalaku yang rusak.
Tapi walaupun begitu aku dengan sendirinya tahu siapa mereka.
Bagaimana posisi duduk mereka.
Ini seperti kalian melihat pesulap yang sedang beraksi di atas panggung.
Di depan pesulap itu berjajar lima orang yang memakai baju berbeda-beda. Pesulap itu berjarak tujuh meter dari lima orang tersebut. Lalu dia menutup mata dan mengintruksikan kepada lima orang tersebut untuk saling bertukar posisi secara acak. Lalu dia menebak posisi ke lima orang tersebut. Pesulap itu menebak dengan benar dari baju setiap orang yang bejajar dari kanan baris hingga kiri baris.
Dia seperti menggunakan indra ke enam. Atau dia menggunakan trik yang belum di ketahui. Itu terlihat aneh dan mencengangkan.
Sama halnya denganku saat ini.
Apa aku memiliki indra ke enam ?
Otaku terus berlabuh di dermaga dengan sejuta pertanyaan.
Hari ini memang hari yang sangat aneh. Hari ini aku sedikit berubah. Aku berubah dan berbeda dengan kebanyakan orang. Hanya aku yang berubah. Perubahanku tidak di ketahui oleh semua orang. Seperti ingatanku sendiri yang melompat di beberapa hal dan ingatan mereka tetap berjalan santai dijalan yang datar.
Aku tidak ingat kenapa aku bersikap seperti ini terhadapa mereka. Sikapku yang seperti ini mengalir seperti sungai kecil yang beraliran deras. Tanpa aku sadari aku merespon percakapan mereka dengan suatu index ingatan yang tiba tiba datang dan menggeliat geliat geli di sekitar pikiranku. Tentang air yang tumpah ini.
Aku menghadap kearah mereka dan—
“ Aku akan mengambil Koran. Kamu bisa menggunakan Koran itu sebagai Lap air yang tumpah ini.” —semuanya terlontar begitu saja. Aku tidak begitu paham apa Koran yang aku maksud. Ini index ingatan yang tiba tiba datang dipikiranku.
Aku tidak begitu mengerti kenapa aku tiba tiba mengatakan hal ini.
Tapi aku ingat siapa yang memiliki Koran itu. Ini ingatan yang aneh.  Karena ini ingatan yang tidak pernah aku minta untuk datang di pikiranku.  Ingatan yang tidak pernah aku jalani tapi aku ingat pernah mengalami ini.
De ja vu kah?  Apa De ja vu seperti ini. Aku tidak yakin jika ini De ja vu.
Apa apaan ini.
Aku tidak peduli.
Aku kembali ke perhatiaan mereka. Mereka kebingungan mendengar nada suaraku yang sangat datar.
Tidak biasa.
Begitukah yang kalian pikirkan ? aku tidak peduli.
Aku benar benar tidak peduli. Tapi kenapa aku tidak peduli. Aku tidak peduli dengan kepededulianku. Aku tidak peduli dan berdiri menyikapi mereka. Aku berdiri untuk melanjutkan tujuanku. Aku menyingkapkan kaki dan melompat sedikit untuk memposisikan tubuhku di tengah-tengah bis. Ada hal yang ingin kulakukan terhadap mereka. Dan ada hal lain juga yang ingin aku pastikan.
Aku mulai berjalan menuju kedepan bis. Di mana perkara itu aku curigai.

*Samar samar aku mendengar percakapan kasuhi yang menyatakan benda aneh yang terpasang di sandaran kursi bis. Dia sepertinya memeriksa benda itu ketika dia membuka rekatan kursi bis yang terkena cipratan air. Aku melihat sebentar. Aku melihat dia meraba raba kursi yang dia anggap sesuatu yang tidak biasa.  

Itu mungkin hal menarik. Tapi dalam hal ini aku sedang tidak tertarik. Aku seperti dalam misi menuju luar angkasa. Tentu semenarik apapun kejadian di bumi kau tidak akan kembali untuk melihatnya. Ada hal lain yang jauh lebih menarik di lura angkasa sana. Itu yang aku rasakan.
Aku tiba dibagian depan bis. TL bis reflek melihatku yang baru datang. Aku melihat benda yang aku maksud. Sedikit perasaanku lega karena pernyataanku benar. Namun banyak yang berkubang dipikiranku adalah kebingungan.
        Aku mengtakan dengan pelan maksud dan tujuan ku terhadap TL bis.
“ Mungkin beberapa. Tidak terlalu basah.”
TL bis menyetujuinya. Dia mengambil beberapa Koran yang berserakan dibagian datar kaca depan bis.
        Dia mengambil sekitar dua buah bundel Koran dan langsung di berikan kepadaku.       
        Aku mengangkat tanganku pelan untuk bermaksud menerima Koran itu.
Tapi tiba tiba—
“Jangan !!.”
Sopir bis menyela cepat. Pandanganya berganti ganti dari melihat jalan dan melihat Koran yang akan di berikan kepadaku. Seperti dia tidak ingin ada yang melihat isi Koran itu. Kondektur bis melihat lagi Koran yang akan di berikan kepadaku. Dia memiringkan kepalanya seperti ingin mencari sesuatu.
“ Tidak apa apa. Ini Koran lama.”
Kenapa Koran lama!!!
        Kenapa dia menyebutkan maksud yang tidak jelas. Apa mungkin mereka sudah paham dengan pembicaraan mereka. Seperti koneksi tersendiri yang dimiliki setiap manusia.
Kalian bisa membayangkan koneksi itu seperti kalian sedang berbicara dengan teman kalian tentang bola.
“ Madrid vs Munchen ? ”
“ 1-0 “
“ Pemainya payah “
“ Kandang sendiri “
Kalian tidak perlu menyebutkan detailnya. Karena kalian sudah paham topic yang kalian bicarakan.
TL bis memandang sopir bis yang terlihat masih bingung dengan keadaanya. Aku bertanya kepada diriku sendiri. Kenapa aku menyangkal mereka ? Apa urusan mereka terhadapku hingga aku mempunyai pikiran buruk terhadap mereka.
Aku tidak bermaksud berfikiran buruk. Hanya saja aku sekarang sedang kebingungan. Orang akan mudah tersinggung jika dia sedang kebingungan.
Kalian tahu, sejak tadi aku bahkan tidak peduli dengan apa pun. Aku hanya merasa ini sebuah efek. Tapi entah efek apa itu aku hanya berspekulasi. Mungkin di posisiku ini kalian akan merasa sulit. Mungkin kalian akan menyerah.
Bisa kalian bayangkan jika kalian baru saja melihat orang bungkuk di depan rumah kosong menghadap kesamping. Lalu tiba tiba keluar anak kecil bekuncir dua dengan mulut tersenyum tapi mata berexpresi menangis. Anak itu bahkan tidak melirik mu sedikit. Anak itu hanya menghampiri orang bungkuk itu dan menuntun orang bungkuk itu untuk masuk kedalam rumah. Tapi cara berjalan orang bungkuk itu aneh tidak seperti biasanya. Dia hanya mau berjalan ke samping bukan lurus kedepan. Anak itu memaksa dan menarik narik baju orang bungkuk itu. Dia menarik sambil menggoyang goyangkan tubuhnya. Dia semakin cepat menarik narik orang bungkuk itu. Dia terlihat susah payah menrik orang bungkuk itu. Expresinya berubah menjadi kemarahan seperti inigin membunuh seseorang. Matanya melotot dan memerah darah. Dia berteriak teriak “MAASSSSUKKK , MASUUUKKKK MASUUUKKK , MASUUUKKKK, MAAASUUUK. ” untuk membuat orang itu berjalan lururs masuk kerumah. Kenapa kau memaksa dia masuk hanya karena dia tidak mau berjalan lurus.
Seperti itulah tekanan di pikiranku.
Kenyataan di dunia ini seperti tidak sama dengan apa yang aku pikirkan. Sayangnya apa yang aku pikirkan tidak pernah berpenampilan jelas untuk aku lihat.
Lalu secara tidak diketahui seberkas ingatan yang berupa index datang sekilas di pikiranku.
* Aku melihat tanggal dari Koran itu seperti baru di muat hari ini. Baunya juga seperti baru di cetak
Hal itu tiba-tiba terngiang dipikiranku.
Hal itu.
Tiba tiba terlintas dan menghubungkanku dengan kejadian ini. Semuanya sangat jelas tapi aku tidak bisa membuktikanya.
Aku—

Ini—

Aku mengingat!!

Barusan.

Kapan itu terjadi?

Apa ?

Semuanya pertanyaan bertabrakan menjadi satu.


Aku tidak bisa bertahan dengan tekanan dari pertanyaan ini.

Kenapa pertanyaan ini terus bermunculan dan menekean kesegala arah.
Rasanya seperti diruangan yang sangat sempit dan di kelilingi tembok penuh coretan yang berputar putar.
       
Aku tidak bisa menghentikanya.

“ Apa ini ? “
“Apa itu ? “
“Kenapa ini ? “
“ Kenapa itu ? “
“Siapa kau sebenarnya  ? “
“Siapa aku sebenrnya ? “

Putaran ini semakin menyiksa.

Aku tidak bisa melihat apa apa lagi

Tembok itu terus berputar.

“HENTIKKAAAAAN….!!!! “

“… SESEORANG”

“TOLONG…!!!”

“ @&#*#(@&#&#@(#&”

“ @&#*#(@&#”

“ Tolong…”
Lalu—
“ Sadi ? “ Mataku terbuka.
Orang pertama yang aku lihat.
Aku terbangun dari sebuah siksaan.
Semua di bis memperhatikanku.
Aku berdiri lama lima belas menit di depan bis tanpa melakukan apapun.


«   Itu yang mereka katakan kepadaku  »


Rabu, 14 Mei 2014

Athief

Setiap manusia itu di ciptakan seperti sebuah nilai kosong. Manusia dapat mengisi nilainya menjadi plus (+) seperti Malaikat. Atau mereka dapat mengisi nilainya menjadi minus (-) seperti Iblis yang jahat. Sebab itu manusia memiliki kelebihan yang disebut infinity. Atau nilai satuan yang tidak terbatas.

Bab 4 . Ingatan yang diringkas #4

BAB 4 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 4

        “Radi, benarkah kamu tidak berbohong! ”Aku bertanya seraya menggoyang-goyangkan tubuh Radi. Radi hanya berlagak bodoh dan tidak serius dengan pertanyaanku.
Aku dan Radi sudah didalam bis wisata sekarang. Kami duduk sebaris. Setiap baris tempat duduk ditempati oleh dua orang. Ada juga yang tiga orang di bagian kanan kami.
Bis kami berseri A1. Sekolah kami menyewa 4 bis untuk keberangkatan semua siswa. 4 bis itu memiliki inisial B2, C3, D4 dan yang terakhir adalah bis kami sendiri, A1.
Semua sama. Di isi dengan 65 murid di setiap bis.
Untuk kondisi bis, mungkin tidak terlalu bagus.
Interiornya nya tidak rapi. Catnya kebanyakan mengelupas.
Walaupun begitu semua orang terlihat senang karena wisata kita kali ini.
Tempat duduk kami diatur rapi oleh coordinator bis kami. Dan coordinator bis kami adalah orang yang sangat aku kenal, Sadi.
Semenjak kejadian itu aku selalu gelisah dan ingin menanyakan pendapatnya langsung tentang kejadian itu, kejadian yang terjadi saat pengarahan tadi.
Pendapat seburuk apapun yang dilontarkan Sadi maupun Rohan setidaknya akan sedikit menutup kegelisahanku, saat ini. Setidaknya.
Tapi Sadi terlihat sibuk mengkoordinsai bis kami.
Dan juga tadi sempat terjadi kejadian yang agak mengejutkan dari sopir bis dan TL kami. Mereka menanyakan list absensi kelompok bis kami kepada katsu yang bertugas sebagai coordinator. Hal itu di lakukan mendadak. Bahkan saat Radi sedang mengabsen kami. Namun aku tidak berasumsi lain. Aku hanya berasumsi kepada Radi.
Sepertinya Sadi memang benar-benar sangat sibuk. Dia mungkin tidak bisa untuk diajak bicara sebentar, mendengarkan keluhan kecil ini. Keluhan yang mungkin hanya aku yang merasakan.
Tapi ya sudah, semua itu sudah terlewatkan. Bahkan saat kita masuk tadi, aku sudah sedikit melupakan kejadian tadi.
Saat ini kita sudah duduk dan berjajar rapi menunggu keberangakatan bis. Bis akan berangakat pukul 08.30 AM.   

✵✵✵

“ Hei mau cemilan ? . ” sehempas suara membuat lamunan ku hilang berserakan di dalam bis.
Dia adalah Mona, nama lengkapnya Monalia Fadalia. Mona adalah perempuan paling nyentrik di bis ini. Penampilan dan gaya bicaranya mirip artis 21 an. Walaupun begitu dia sangat baik terhadap teman temanya. Dia bukan tipe orang yang memiliki sifat sombong karena wajahnya yang cukup manis. Dia dermawan terhadap apapun yang dia miliki. Terutama pasokan makanan seperti saat ini.
“ Eeee… Mmmm… “ aku tidak bisa menjawab langsung. Entah kenapa aku masih gelisah.
“ Biar aku saja! Aku laparrrrrrrrrr.“ Radi membuat muka yang bodoh lagi, ketika dia mengatakan lapar di depan Mona.
Mona tertawa kecil sambil menyerahkan cemilanya.
“ Stoop!!! Jangan berikan cemilan itu.” suara lain ikut bergabung dalam pembicaraan ini. Terlihat sumber suara memperlihatkan wajahnya, untuk mengintip kami yang ada di belakang.
Dia Manda, nama lenggkapnya Amanda Fadli. Dia teman duduk satu baris Mona. Wajahnya seram walau dia itu permpuan. Bukan mirip laki laki. Pandangannya sinis terhadap laki laki. Itu yang membuatnya terlihat seram.
“Eh… Manda.” Radi terkejut melihat Manda yang ada didepanya. Wajahnya membiru seperti orang yang menahan nafas. Posisi tubuhnya merosot kebawah sesuai pergerakan Manda yang semakin tinggi mengangkat badanya.
“ Dia beracun.” Manda mengacungkan tanganya kearah Radi tanpa ragu-ragu.
Badan Radi semakin merosot diantara tempat duduk.
“ Kau, jangan sembarangan memberikan makan ke orang lain yang tidak kau kenal.” Kata Manda kasar. Seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Mona.
“ Ehh.. Mm.. Iya.” Mona tersenyum kecil terpakasa.
Radi langsung berdiri tegak setelah celotehan Manda menyentuh telinganya.
“ Heeee… Kalian lupa kepada ku?” Dia berkata dengan ibu jari mengarah ke dadanya tegap.
“Lalu kau siapa ? .” Ucap Manda sadis. “ Sepertinya kita baru bertemu hari ini.” Manda semakin kejam dengan ucapanya.
Radi memasng wajah lusuh. Dia kalah dalam perdebatan.
“ Ehkk… Zzz…. dasar nenek sihir.”
Tidak sengaja Radi mengomel dengan kata terlarang yang sudah tersegel lama ke hadapan Manda. Olokan yang diberikan oleh beberapa murid kepada Manda yang sangat over protective jika itu bersangkutan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Mona. Manda seperti nenek sihir yang mengurung putri maha cantik Mona di sebuah menara berpilar emas.
“ Ap— “ Sahut manda terkejut “ NENEK SIHIR!!! “ Dahi manda mengeluarkan kerutan, tanda dia marah besar terhadap Radi.
Seketika dia menarik baju Radi dan membentur benturkan tubuh Radi ke bagian kursi yang ada di depanya.
Keramaian ini tidak hanya terjadi di baris kami saja. Semua terlihat senang dan bahagia dengan wisata kali ini.
Setiap murid membicarakan kesukaan mereka masing masing. Game,  film dan banyak hal yang terlihat asyik untuk dibicarakann. Bahkan ada beberapa barisan laki laki yang bermain kartu dan juga catur magnet untuk mengisi waktu luang mereka.
Wajah mereka terlihat menikmati suasana ini. Mungkin hanya wajahku saja yang terlihat gelisah. Seharusnya aku berperilaku biasa dan menikmati wisata ini. Sama halnya seperti mereka. Aku ingat ini tidak akan terjadi lagi di minggu depan, bulan depan ,tahun depan dan bahkan ketika aku kerja nanti.
Aku menghirup nafas panjang yang kini udaranya tercampur oleh AC bus. Aku melihat keluar melalui kaca bus yang sanagt bersih. Sela-sela cahaya sinar matahari menerpa lembut dipukul 07.00 ini. Aku memeperhatikan tatanan langit yang menutupi matahari terlihat biru dan juga menyejukan.
“ Sudalah…”
Aku mengatakannya dalam-dalam kedalam hatiku dan mencoba untuk merasa tenggelam di genangan air yang banyak memiliki gemericik. Untuk mengosongkan pikiran dan menghilangkan beban.
Setidaknya aku harus menikmati candaan yang diperagakan orang-orang disekitarku ini. Dan melakukan tindakan normal sesuai fakta yang aku alami sekarang.
“Hei mau cemilan?”  Suara yang mengajaku untuk beralih topic dan juga pikiran.
Manda menawari ku sebungkus cemilan.
Radi terlihat marah melihat ulah manda yang mencoba mengabaikanya.
 “ KENAPAAA !!! “ Dia marah karena hanya aku yang di tawari cemilan oleh Manda.
Mereka berdua saling membenturkan kepala seperti anak kecil yang sedang bertengkar. Aku tertawa kecil lega melihat mereka.

✵✵✵



“ Pak AC nya bocor!” Salah seorang murid meneriaki kondektur bus yang berkerja sebagai TL (Travel Leader) di dalam Bus. Selain bertugas sebagai seorang TL di dalam bus dia juga bertugas sebagai perawatan dan pembersihan bagian-bagian bus terutama di bagian AC yang sering bocor.
“ Akh! jadi dingin.” Aku menggosokan telapak tanganku untuk mengurangi rasa dingin.
Saat ini pukul 09.50 AM. Bis sudah berangkat sekitar 1 jam 20 menit yang lalu. Seharusnya perbandingan suhu di luar bis dan di dalam bis bisa membuat stimulasi hangat yang cukup nyaman. Tapi karena AC sedang bocor kali ini. Udara di dalam bis sangat menusuk di seluruh bagian tubuhku.
“Dek tolong titip!!!”
Tiba tiba TL bis menitipkan Koran barunya kepadaku ketika dia sedang memperbaiki kebocoran AC. Dia terlihat kesulitan ketika membuka pintu kecil tempat pipa AC di salurkan. TL bis sudah mengira-ngira bahwa pipa AC bagian tengah yang berada disekitar bagian atas ku ini akan bocor.
TL bis menceritakan keluhanya kepada kami. Ini sudah sering terjadi. Sopir dan TL bis juga sudah melaporkanya ke perusahaan agen bus tempat dia bekerja.
Tapi laporanya tetap tidak di tanggapi serius dari pemilik agen bus itu. Tat kala setiap kali ada kebocoran TL bus harus turun tangan untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Alasan agen bus itu pun tidak jauh berbeda dari alasan pertama pak sopir melapor. Itu sebabnya Tukang TL dan sopir bis selalu kesusahan jika hal ini terjadi. Mereka takut langganan wisata mereka akan memilih pelanggan lain.
Bukan berarti TL dan sopir bis terus saja diam. Bahkan laporan ini sudah dikirm berulang-ulang. Perkara yang diambil bukan hanya di bagian AC yang bocor. Dibagian cat dan beberapa interior yang buruk juga sudah dia sematkan. Kertas laporan putih itu dia kirim kepada agen bus tempat TL dan sopir bis bekerja. Namun hasilnya sama.
 Fifty fifty.
Tapi sikap tenang TL bis ini membuat semuanya berjalan lancer dan juga baik.
Suhu sedikit demi sedikit mulai membaik. Murid yang awalnya tadi protes kini tidur kembali di dekapan bantal yang dia bawah. Aku yang dari tadi terduduk, mencoba menghilangkan kebosanan dengan membalik-balik Koran yang diberikan TL bis saat tadi.
TL bis melihat ke arahku sekilas .
Seperti ingin memastikan.
Tapi dihilingkanya wajah serius itu kearah lubang AC yang masih harus dia perbaiki. Aku melihat tanggal dari Koran itu seperti baru di muat hari ini. Baunya juga seperti baru di cetak.  
Sambil membolak-balik bosan aku memasang wajah malas dan posisi tubuh seperti ingin merosot kebawah lantai.
Aku balik halaman satu-persatu mulai dari halaman satu…
Setelah itu halaman dua… Halaman tiga…Empat…Lima…6…7…
Delapan— Dan Apa..? Aku terhenti di halaman itu.
Aku membaca isi Koran itu dengan wajah yang penasaran. Seperti isi berita dari Koran itu tidak asing.
“ 7 hari yang lalu ? itu sama halnya seperti hari dimana saudara Rohan mengalami kecelakaan— Lalu…”

*SSSSSRREKKKSSSS..!!! (suara Koran yang tergesek)

Tiba tiba TL bis mengambil kembali Koran yang dia berikan kepadaku secara paksa.
“ Sudah selesai dek AC nya. Sudah tidak bocor lagi.” Dia tersenyum di buat-buat seperti ingin memalingkan suasana seriusku dalam membaca koran yang dia berikan kepadaku.
Seketika TL bis itu  berjalan tunggang langgang untuk kembali ketempat duduk dia semula. Setelah itu aku tidak peduli lagi dengan bayangan wajah yang dia berikan kepadaku pada saat tadi. Hanya seperti sebuah arus pendek. Cepat menghilang.
Sekarang aku membuat posisi menumpuk diatas kaki Radi yang sedang tertidur pulas. Kepalaku menjorok ke tengah bis dan aku melihat kearah Sadi dan Rohan yang tidur duduk berdampingan di kursi paling belakang.
Perasan gelisaku timbul lagi. Seperti kertas putih yang terdapat coretan kotor di setiap sisi halusnya.
Aku teringat akan kejadian kenapa mereka memilih tempat duduk yang paling belakang yang jelas-jelas sedikit jauh dari AC bus. Dan juga tidak ada sandaran di depanya.
Kalian tahukan sandaran yang aku maksud. Setiap kursi yang sejajar kebelakang selalu terdapat sandaran kursi lain didepanya. Seperti halnya aku yang duduk di kursi bagian kiri bis ini. bagian sandaran kursi ku yaitu kursi Manda yang berada di depanku. Sedangkan kasuhi mendapat bagian sandaran kursi Mona yang berada di depanya. Hal itu akan membuatmu efisien jika bersandar kedepan.
Apa yang mereka inginkan sehingga memilih tempat duduk disana? Apa mereka ingin sedikit menjauhiku karena takut aku akan bertanya membingungkan seperti kepada teman-teman yang lain saat tadi. Apa mereka tersinggung. Aku tidak ingin memikirkan hal seperti itu saat ini. Yang aku pikirkan kenapa mereka memilih posisi paling belakang padahal mereka mendapat urut nomer paling depan di kursi bus ini.
Aku semakin penasaran saat melihat ke wajah mereka.
Dan tiba tiba …

*JDUUKKK.. (suara punggungku terbentur sandaran depan karena kaki kasuhi terangkat)

Kasuhi mengangkat kakinya reflek dan membuat punggungku terbentur ke kursi mona dengan keras.
“ Ehh… Ada apa?.” Mona terkejut karena benturan tadi. Dia melihat kearah kami melalui samping kanan kursinya.
“ Si beracun berulah lagi.” Manda juga ikut melihat dengan wajah menakutkannya.
Saat mereka melihatku diposisi seperti ini. Mereka terdiam sejenak.
Aku merasakan perasaan aneh dengan serangan tidak langsung dari tatapan mereka.
“ Eh kau homo yah? .” Manda dengan mulut kejamnya tiba-tiba menyerukan suara terlebih dahulu.
“ Heeee… Mandaa!!!” Secepat kilat mona menutup mulut manda dengan tangan kirinya.
Aku masih kebingungan kenapa Manda berkata seperti itu. Aku mulai memperhatikan situasiku sekarang.
“HHHAAAHH..!! ini bukan seperi itu.” Aku tersadar akan posisiku dan kasuhi yang saling menumpuk.
“ Tidak apa–apa Erenda. Manda hanya bercanda. Hehe.” Mona tersenyum terpaksa lagi.
“ Jangan langsung percaya.” Sahutku cepat karena malu.
“ Tenang –tenang. Kami akan menjaga rahasia ini.”  Manda berkata seperti dia tahu rahasia kami. Tahu banyak hal tentang rahasia kami.
“ Ehh AaaaaaaaaaaaaaaaaaaHhhhhhHHHHHHHHHH…!!!!!!.”
Aku akhirnya menyerah kepada mereka. Mona dan Manda tertawa dengan manis dihadapanku.


✵✵✵

Bab 3 . Ingatan yang diringkas #3

BAB 3 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 3

Aku memastikan waktu untuk menyesuaikan jadwal yang ada di kertas jadwalku. Waktu sekarang sudah menunjukan pukul 07.55 AM. Itu menandakan bahwa pengarahan ini sudah berjalan 20 menit semenjak awal intruksi di berikan.
Jika memang pengarahan ini di berikan secara menyeluruh, kenapa tidak di laksanakan sebelum hari H. Atau seminggu sebelum kegiatan ini dimulai. Durasi yang di butuhkan cukup lama. Di tambah lagi cuaca hari ini sangat terik dan juga panas. Hal itu menambah keluh kesah yang dirasakan setiap murid yang sedang berkumpul dipengarahan ini.
Suhu tubuhku mulai naik. Aku mencoba mengibas-ngibaskan bajuku untuk mengurangi hawa panas yang mulai melebur di beberapa bagian.
Tempat yang di tentukan untuk berkumpulpun tentunya tidak strategis. Apalagi barisan murid-murid yang berkerumun ini menghalangi jalan masuk menuju sekolah. Semua terlihat bergerumbul dan tidak beraturan. Seperti barisan ini tidak ada yang mengatur. Atau mungkin yang mengatur barisan ini memang tidak disini.
        “ Panas sekali ya, hari ini.” Dari belakang, tiba-tiba salah satu teman satu bis ku menyapa terlebih dahulu. Raut wajahnya merah padam karena sengatan matahari. Temanku ini bernama Radi Edika. Orang-orang biasa memanggilnya Radi. Badanya tegap tinggi dan dia mempunyai tatanan rambut yang cukup rapi. Penampilanya agak mencolok dengan kontras warna baju yang tidak sepadan.
“ Sepertinya begitu. Hehe~” Aku tertawa kecil untuk menyelaraskan pembicaraan.
Saat ini aku dan Radi sedang berada di barisan paling belakang kerumunan pengarahan. Dengan batasan pendengaran yang tidak dapat kita jangkau. Kita hanya bisa diam dan juga menunggu selesainya pengarahan yang memakan waktu cukup lama ini.
Aku sedikit gelisah karena aku tidak bisa memastikan informasi yang sedang di sampaikan oleh guru pembimbing yang ada didepan.
Sesekali aku bertanya kepada salah seorang teman satu bisku yang berada sedikit jauh didepan barisan, dan alhasil dari penyampaian yang dia berikan tidak begitu mengerti apa yang sedang di bicarakan oleh guru pembimbing yang ada didepan.
Yang pasti itu tentu wajar.
        Dia juga tidak terlalu paham dengan apa yang sedang disampaikan didepan sama sepertiku, keterbatasan pendengaran dan suara yang tidak terjangkau diarea sekitar sini.
“ Ahkk sial. .” Aku memukul paha ku dengan tanganku yang sedari tadi mengenggam dengan erat
Secara spontan Radi menoleh kearahku. Begitupula sebaliknya dengan ku.
“ Kau tidak perlu khawatir. Tenang saja “ Radi menengarai dengan nada yang cukup tenang. “ Aku sudah paham dengan semua pembicaraan dari guru pembimbing yang ada didepan. Sepertinya ditengah sana sedang terjadi suatu masalah” pungkasnya ringan.
        Dengan kata-katanya yang meyakinkan Radi menimbun pernyataan yang membuat gelisahku perlahan hilang.
        Lalu–
Yang aku pikirkan kenapa dia paham itu cukup sulit untuk di mengerti. Itu yang membuat rasa gelisah ku mulai menghilang dan lebih mengarah ke rasa penasaran.
Maksudku dia sedikit misterius dari orang biasanya. Dia selalu bersemangat terhadap segala hal yang dia hadapi. Dia mengabaikan beberapa aspek yang penting seperti dia sudah begitu paham dengan aspek yang sedang dibahas. Apa karena dia orang yang ingin bebas terhadap segala sesuatu. Tidak mau berfikir keras dan juga spontan. Itu tidak akan memberatkan apa yang terjadi saat ini. Kalau boleh aku beropini dengan sikap Radi. Dia hanya seperti orang yang tidak serius dan hanya bermain-main.
Tentu saja itu bukan alasan utama. Kalian bandingkan saja Radi dengan barisan yang berada tepat di depanku. Mereka yang serius mendengarkan dengan Radi yang hanya santai di belakang, tangan menyilang di sekitar dada. Aku sedikit bingung bagaimana dia bisa paham dengan pembicaraan yang tidak dapat dia dengarkan.
         “ Lalu – “ tanyaku kebingungan. 
“ Lalu apa?” dia balik bertanya. Seakan dia sindiri tidak paham dengan situasinya.
“ Yah, Yang kamu maksudkan seperti masalah ? Apa keberangkatan kita tertunda karena ada sesuatu? “ pungkasku sambil mengangkat bahu tidak terlalu tinggi. 
“ Itu bisa juga di katakan serupa… Hmmm… namun masalah spesifiknya hanya karena dua orang dari bus kita. Seperti itulah. ”Dengan nadanya yang sedikit datar, Radi menjelaskan keadaan dengan kata-kata yang banyak rumpang.
Aku memikirkan maksud dari perkataanya. Mungkin maksud dari perkataanya adalah masalah yang terjadi, karena ada dua orang dari grup bis kita yang belum hadir untuk memulai keberangkatan. Karena sejak 20 menit tadi pengarahan ini belum juga sampai di titik selesai.
Kalau aku tidak salah mengingat, sebelum keberangkatan ini guru pembimbing pernah menegaskan akan meninggalkan murid yang terlambat hadir dalam pengarahan yang saat ini diberikan. Jadi itu berarti bahwa murid ini orang yang penting karena memiliki tugas dan murid ini juga sudah paham karena tidak perlu menghadiri pengarahan yang sudah diberikan. 
        Aku juga berimbuhan bahwa murid ini orang yang dikenal dan memiliki tugas tersendiri. Maksudku, sejak dari tadi guru pembimbing tidak memberikan kertas absensi, absensi kehadiran. Dan keadaan ini mengarah kepada murid yang tidak datang. Bagaimana hubungan bisa terjadi dengan absensi dan murid yang belum datang ini. Teoriku dia adalah dibagian koordinasi bis. Dan untuk koordinasi bis, dia yang membawa absensinya.

Tiba tiba—

“ Haahhh. Hahhh. Hahh..  sudah— lama ya ? .“ Suara yang terengah-engah tiba tiba datang dan memecah pemikiranku. Aku melihat kearah laju datangnya suara dan ternyata suara yang terasa sedikit terbatah bata itu berasal dari salah seorang teman satu bisku yang bernama Sadi, nama lenkapnya Gunawan Sadi. Pawakan tubuhnya agak tinggi dan kurus. Tatanan rambutnya normal dan semua diarahkan kesamping.
“ Eh... Sekitar 20 menit semenjak kita berkumpul.” Aku reflek menjawab sesuai dengan apa yang ada di pikiranku. Aku melihat Sadi sedikit mengeluarkan keringat. Sepertinya dia baru menghabiskan waktu berharganya di bawah teriknya matahari.
Entah apa yang dia lakukan tanpa balas dia langsung masuk menerobos kerumunan murid yang sedang mendengarkan pengarahan. Terlihat Radi berdiri tegak memperhatikan Sadi setelah dia duduk berkerudung di balik bayangan matahari.
 “ Kenapa Rad ?.” tanyaku pelan.
Dia terkejut dan mulai tertawa tipis setelah dengan wajah tegangnya itu. 
“ Si penyebab masalah. Hehe~ ” Dia membalas dengan suatu pernyataan yang tidak aku mengerti kembali. Apa yang dia bicarakan selalu seperti sebuah pernyataan yang banyak rumpang. Dia berbicara seolah-olah dia tahu banyak tentang apa yang sudah di lakukan oleh Sadi saat dia baru datang tadi. Aku jadi tergerak untuk berfikir lebih keras lagi. Agar apa yang menjadi rumpang itu dapat aku pecahkan dengan mudah. Makna yang ingin Radi sampaikan kepadaku.
        Dan saat itu.
Oh...
Suatu relasi erat terjalin jelas di dalam pikiranku.
        “Begitu ya, jadi mungkin karena ini pengarahan berjalan cukup lama .” aku berkata sambil memegang pundak kasuhi.
Terlihat wajah kasuhi menunjukan rasa yang tidak begitu mengerti dengan apa yang aku bicarakan.
        “ Ehh… maksudnya?” Dia cuma mendengung panjang menatapku.
“ Iya, maksudku kenapa pengarahan ini berjalan cukup lama karena Sadi telat datang di pengarahan ini.”
Radi memasang wajah yang tidak terlalu puas.
        “ Oh… Mmm… iya, seperti itulah.” Dia mengatakanya dengan sedikit terpaksa.”

*Tiba-tiba lagi dari arah belakang…

“Minggirlah. “
Suara mengejutkan. Suara itu membuat aku dan Radi bersamaan memperhatikan asal datangya suara.
Wajahnya ber expresi datar. Dia tidak pandai dalam menata tatanan bajunya. Badanya tegap besar. Dia adalah Rohan, nama lengkapnya Rohani Surya. Dia juga salah satu bagian kelompok murid dari bis kami.
Aku melihat Rohan menggendong sebuah gallon berisi air dengan tulisan di gallon itu adalah nama dari sekolah kami.
Kedua tanganya sedikit kesulitan. 
“ Biarkan aku membantu .“ tawarku ringan.
“ Kau tidak perlu.” Dengan cepat dia menolak bantuanku. Belum sempat aku melepas dekapan tangan ku dari gallon air yang dia bawa. Dia mulai menatapku dengan mata seperti mata yang tidak mempunyai ekspresi kehidupan. Dia melihat seakan akan kau percuma jika membantuku saat ini. Itu tidak berarti.
Sambil menampik dekapan ku dia berdiri serius. 
Dan lalu....

“PERCUMA… __MU_  _RA__ A__N MAT_ “ 

Rohan mengatakan sesuatu yang sangat jelas namun aku tidak bisa mendengarnya dengan benar.
Di telinga ku seperti ada dengungan yang membuatku tuli sementara. Seperti ada yang mempengaruhiku agar aku tidak bisa mendengarkan perkataan itu. Tiba tiba Sadi menarik tangan Rohan saat aku sedang kebingungan dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Sikap Rohan yang seperti itu sudah sering terjadi semenjak salah satu saudara kandungnya meninggal dunia atas insiden kecelakaan. Dia berperilaku malas dan juga dingin ke setiap orang.
Itu mungkin wajar karena dia kehilangan saudaranya yang sangat dekat.
Yang aku pikirkan saat ini adalah Radi.
        Dia mencongakan wajahnya untuk sekilas menatap langit tanpa awan.
“ Kamu sedang apa ? .” aku bertanya untuk kepastian.
Dia memandangku sebentar dan kembali kepandangan awalnya.
“ Hari ini panas ya? Kau juga merasakanya kan.”
“ Hehh… bukankah kita sudah membicarakan tentang hal ini saat tadi .”
Sekarang dia menatapku lagi.
“ Sepertinya kamu yang membuka pembicaraan kita saat ini Erenda. “ kata Radi santai “ Dan aku pikir ini pertama kalinya kita
membahas tentang teriknya matahari.”
Eh—
Jantungku berhenti sebentar.
        Aku memang selalu tidak paham dengan apa yang sedang di bicarakan Radi. Tapi kali ini dia berbicara tanpa memberikan rujuk untuk mengisaratkan perkataanya itu seperti apa.
Maksudku yang dikatakanya saat ini seperti buah semangka yang tumbuh di tangkai tomat. Tidak masuk akal.
“ Aku tidak paham Radi ? Maksudku kita sudah sejak dari tadi bicara tentang hal ini. Bukankah sejak tadi kita sedang membicarakan tentang pengarahan yang tertunda. Ya… Dan kamu sendiri yang menyadari hal itu ketika aku sedang gelisah karena sulit mendengarkan.” Kataku panjang lebar.
        Bukankah seperti itu Radi—
        Lalu—
 Dia menatap ku dengan wajah yang tidak begitu mengerti. 
“ Sepertinya ada yang salah denganmu hari ini Erenda. Kamu bisa lihat keadaan sekitarkan ? Semua sudah berjalan menuju bis masing masing. Dan aku tidak mengerti dengan apa yang kamu maksudkan perkataan tertunda itu. “
        Aku menatap sekelilingku dan mendapatkan hasil yang menngejutkan.
Mereka semua tidak berkerumun. Mereka semua berjalan menuju bis. Dan hanya aku yang tidak mengerti. 
Kenapa?
 “ Radi, jangan bercanda dengan semua ini.” Kataku dengan nada yang sedikit naik” Aku sedang serius.”
“ Ehh untuk apa aku berbohong.” Kata Radi dengan dahi yang mengekrut “ Kau bisa lihat sekelilingkan. Kau juga bisa tanyakan mereka.”
Mataku berpaling untuk berfikir. Otaku berputar putar kencang karena kebingungan.
Apa yang aku ingat tidak sesuai dengan fakta yang terjadi saat ini. 
Aku mulai bertanya kepada berapa murid-murid yang lain.
        Jawaban mereka semua sama.
Mereka memadangku seperti aku orang gila yang bertanya sesuatu yang sangat aneh. 
Lalu apa yang terjadi barusan apa hanya sebuah bayangan. Seperti bayangan yang ingin menutupi sesuatu. Dan aku tidak menyadari sedikit pun apa maksud dari bayangan itu.
Tiba tiba aku mengingat sebuah nama yang berkaitan dengan kejadian ini.

“ Sadi... “


“ Rohan... “