Setiap manusia itu di ciptakan seperti sebuah nilai kosong. Manusia dapat mengisi nilainya menjadi plus (+) seperti Malaikat. Atau mereka dapat mengisi nilainya menjadi minus (-) seperti Iblis yang jahat. Sebab itu manusia memiliki kelebihan yang disebut infinity. Atau nilai satuan yang tidak terbatas.
Rabu, 14 Mei 2014
Posted by taichu on 09.34 with No comments
BAB
4 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 4
“Radi,
benarkah kamu tidak berbohong! ”Aku bertanya seraya menggoyang-goyangkan tubuh
Radi. Radi hanya berlagak bodoh dan tidak serius dengan pertanyaanku.
Aku dan Radi sudah didalam bis wisata sekarang.
Kami duduk sebaris. Setiap baris tempat duduk ditempati oleh dua orang. Ada
juga yang tiga orang di bagian kanan kami.
Bis kami berseri A1. Sekolah kami
menyewa 4 bis untuk keberangkatan semua siswa. 4 bis itu memiliki inisial B2,
C3, D4 dan yang terakhir adalah bis kami sendiri, A1.
Semua sama. Di isi dengan 65 murid di
setiap bis.
Untuk kondisi bis, mungkin tidak
terlalu bagus.
Interiornya nya tidak rapi. Catnya
kebanyakan mengelupas.
Walaupun begitu semua orang terlihat
senang karena wisata kita kali ini.
Tempat duduk kami diatur rapi oleh
coordinator bis kami. Dan coordinator bis kami adalah orang yang sangat aku
kenal, Sadi.
Semenjak kejadian itu aku selalu gelisah
dan ingin menanyakan pendapatnya langsung tentang kejadian itu, kejadian yang
terjadi saat pengarahan tadi.
Pendapat seburuk apapun yang
dilontarkan Sadi maupun Rohan setidaknya akan sedikit menutup kegelisahanku,
saat ini. Setidaknya.
Tapi Sadi terlihat sibuk
mengkoordinsai bis kami.
Dan juga tadi sempat terjadi kejadian
yang agak mengejutkan dari sopir bis dan TL kami. Mereka menanyakan list
absensi kelompok bis kami kepada katsu yang bertugas sebagai coordinator. Hal
itu di lakukan mendadak. Bahkan saat Radi sedang mengabsen kami. Namun aku
tidak berasumsi lain. Aku hanya berasumsi kepada Radi.
Sepertinya Sadi memang benar-benar sangat
sibuk. Dia mungkin tidak bisa untuk diajak bicara sebentar, mendengarkan
keluhan kecil ini. Keluhan yang mungkin hanya aku yang merasakan.
Tapi ya sudah, semua itu sudah
terlewatkan. Bahkan saat kita masuk tadi, aku sudah sedikit melupakan kejadian
tadi.
Saat ini kita sudah duduk dan berjajar
rapi menunggu keberangakatan bis. Bis akan berangakat pukul 08.30 AM.
✵✵✵
“ Hei mau cemilan ? . ” sehempas suara
membuat lamunan ku hilang berserakan di dalam bis.
Dia adalah Mona, nama lengkapnya
Monalia Fadalia. Mona adalah perempuan paling nyentrik di bis ini. Penampilan
dan gaya bicaranya mirip artis 21 an. Walaupun begitu dia sangat baik terhadap
teman temanya. Dia bukan tipe orang yang memiliki sifat sombong karena wajahnya
yang cukup manis. Dia dermawan terhadap apapun yang dia miliki. Terutama
pasokan makanan seperti saat ini.
“ Eeee… Mmmm… “ aku tidak bisa menjawab
langsung. Entah kenapa aku masih gelisah.
“ Biar aku saja! Aku laparrrrrrrrrr.“
Radi membuat muka yang bodoh lagi, ketika dia mengatakan lapar di depan Mona.
Mona tertawa kecil sambil menyerahkan
cemilanya.
“ Stoop!!! Jangan berikan cemilan
itu.” suara lain ikut bergabung dalam pembicaraan ini. Terlihat sumber suara
memperlihatkan wajahnya, untuk mengintip kami yang ada di belakang.
Dia Manda, nama lenggkapnya Amanda
Fadli. Dia teman duduk satu baris Mona. Wajahnya seram walau dia itu permpuan.
Bukan mirip laki laki. Pandangannya sinis terhadap laki laki. Itu yang
membuatnya terlihat seram.
“Eh… Manda.” Radi terkejut melihat
Manda yang ada didepanya. Wajahnya membiru seperti orang yang menahan nafas.
Posisi tubuhnya merosot kebawah sesuai pergerakan Manda yang semakin tinggi
mengangkat badanya.
“ Dia beracun.” Manda mengacungkan
tanganya kearah Radi tanpa ragu-ragu.
Badan Radi semakin merosot diantara
tempat duduk.
“ Kau, jangan sembarangan memberikan
makan ke orang lain yang tidak kau kenal.” Kata Manda kasar. Seraya mendekatkan
wajahnya ke wajah Mona.
“ Ehh.. Mm.. Iya.” Mona tersenyum
kecil terpakasa.
Radi langsung berdiri tegak setelah
celotehan Manda menyentuh telinganya.
“ Heeee… Kalian lupa kepada ku?” Dia
berkata dengan ibu jari mengarah ke dadanya tegap.
“Lalu kau siapa ? .” Ucap Manda sadis.
“ Sepertinya kita baru bertemu hari ini.” Manda semakin kejam dengan ucapanya.
Radi memasng wajah lusuh. Dia kalah dalam
perdebatan.
“ Ehkk… Zzz…. dasar nenek sihir.”
Tidak sengaja Radi mengomel dengan
kata terlarang yang sudah tersegel lama ke hadapan Manda. Olokan yang diberikan
oleh beberapa murid kepada Manda yang sangat over protective jika itu
bersangkutan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Mona. Manda seperti
nenek sihir yang mengurung putri maha cantik Mona di sebuah menara berpilar
emas.
“ Ap— “ Sahut manda terkejut “ NENEK SIHIR!!!
“ Dahi manda mengeluarkan kerutan, tanda dia marah besar terhadap Radi.
Seketika dia menarik baju Radi dan membentur
benturkan tubuh Radi ke bagian kursi yang ada di depanya.
Keramaian ini tidak hanya terjadi di
baris kami saja. Semua terlihat senang dan bahagia dengan wisata kali ini.
Setiap murid membicarakan kesukaan
mereka masing masing. Game, film dan
banyak hal yang terlihat asyik untuk dibicarakann. Bahkan ada beberapa barisan
laki laki yang bermain kartu dan juga catur magnet untuk mengisi waktu luang
mereka.
Wajah mereka terlihat menikmati
suasana ini. Mungkin hanya wajahku saja yang terlihat gelisah. Seharusnya aku
berperilaku biasa dan menikmati wisata ini. Sama halnya seperti mereka. Aku
ingat ini tidak akan terjadi lagi di minggu depan, bulan depan ,tahun depan dan
bahkan ketika aku kerja nanti.
Aku menghirup nafas panjang yang kini
udaranya tercampur oleh AC bus. Aku melihat keluar melalui kaca bus yang sanagt
bersih. Sela-sela cahaya sinar matahari menerpa lembut dipukul 07.00 ini. Aku
memeperhatikan tatanan langit yang menutupi matahari terlihat biru dan juga
menyejukan.
“ Sudalah…”
Aku mengatakannya dalam-dalam kedalam
hatiku dan mencoba untuk merasa tenggelam di genangan air yang banyak memiliki gemericik.
Untuk mengosongkan pikiran dan menghilangkan beban.
Setidaknya aku harus menikmati candaan
yang diperagakan orang-orang disekitarku ini. Dan melakukan tindakan normal
sesuai fakta yang aku alami sekarang.
“Hei mau cemilan?” Suara yang mengajaku untuk beralih topic dan
juga pikiran.
Manda menawari ku sebungkus cemilan.
Radi terlihat marah melihat ulah manda
yang mencoba mengabaikanya.
“ KENAPAAA !!! “ Dia marah karena hanya aku
yang di tawari cemilan oleh Manda.
Mereka berdua saling membenturkan
kepala seperti anak kecil yang sedang bertengkar. Aku tertawa kecil lega
melihat mereka.
✵✵✵
“ Pak AC nya bocor!” Salah seorang
murid meneriaki kondektur bus yang berkerja sebagai TL (Travel Leader) di dalam
Bus. Selain bertugas sebagai seorang TL di dalam bus dia juga bertugas sebagai
perawatan dan pembersihan bagian-bagian bus terutama di bagian AC yang sering
bocor.
“ Akh! jadi dingin.” Aku menggosokan telapak
tanganku untuk mengurangi rasa dingin.
Saat ini pukul 09.50 AM. Bis sudah berangkat sekitar 1 jam 20 menit yang lalu.
Seharusnya perbandingan suhu di luar bis dan di dalam bis bisa membuat
stimulasi hangat yang cukup nyaman. Tapi karena AC sedang bocor kali ini. Udara
di dalam bis sangat menusuk di seluruh bagian tubuhku.
“Dek tolong titip!!!”
Tiba tiba TL bis menitipkan Koran
barunya kepadaku ketika dia sedang memperbaiki kebocoran AC. Dia terlihat
kesulitan ketika membuka pintu kecil tempat pipa AC di salurkan. TL bis sudah
mengira-ngira bahwa pipa AC bagian tengah yang berada disekitar bagian atas ku
ini akan bocor.
TL bis menceritakan keluhanya kepada
kami. Ini sudah sering terjadi. Sopir dan TL bis juga sudah melaporkanya ke
perusahaan agen bus tempat dia bekerja.
Tapi laporanya tetap tidak di tanggapi
serius dari pemilik agen bus itu. Tat kala setiap kali ada kebocoran TL bus
harus turun tangan untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Alasan agen bus itu pun tidak jauh
berbeda dari alasan pertama pak sopir melapor. Itu sebabnya Tukang TL dan sopir
bis selalu kesusahan jika hal ini terjadi. Mereka takut langganan wisata mereka
akan memilih pelanggan lain.
Bukan berarti TL dan sopir bis terus
saja diam. Bahkan laporan ini sudah dikirm berulang-ulang. Perkara yang diambil
bukan hanya di bagian AC yang bocor. Dibagian cat dan beberapa interior yang
buruk juga sudah dia sematkan. Kertas laporan putih itu dia kirim kepada agen
bus tempat TL dan sopir bis bekerja. Namun hasilnya sama.
Fifty fifty.
Tapi sikap tenang TL bis ini membuat
semuanya berjalan lancer dan juga baik.
Suhu sedikit demi sedikit mulai
membaik. Murid yang awalnya tadi protes kini tidur kembali di dekapan bantal
yang dia bawah. Aku yang dari tadi terduduk, mencoba menghilangkan kebosanan
dengan membalik-balik Koran yang diberikan TL bis saat tadi.
TL bis melihat ke arahku sekilas .
Seperti ingin memastikan.
Tapi dihilingkanya wajah serius itu
kearah lubang AC yang masih harus dia perbaiki. Aku melihat tanggal dari Koran
itu seperti baru di muat hari ini. Baunya juga seperti baru di cetak.
Sambil membolak-balik bosan aku
memasang wajah malas dan posisi tubuh seperti ingin merosot kebawah lantai.
Aku balik halaman satu-persatu mulai
dari halaman satu…
Setelah itu halaman dua… Halaman
tiga…Empat…Lima…6…7…
Delapan— Dan Apa..? Aku terhenti di
halaman itu.
Aku membaca isi Koran itu dengan wajah
yang penasaran. Seperti isi berita dari Koran itu tidak asing.
“ 7 hari yang lalu ? itu sama halnya
seperti hari dimana saudara Rohan mengalami kecelakaan— Lalu…”
*SSSSSRREKKKSSSS..!!! (suara Koran
yang tergesek)
Tiba tiba TL bis mengambil kembali
Koran yang dia berikan kepadaku secara paksa.
“ Sudah selesai dek AC nya. Sudah
tidak bocor lagi.” Dia tersenyum di buat-buat seperti ingin memalingkan suasana
seriusku dalam membaca koran yang dia berikan kepadaku.
Seketika TL bis itu berjalan tunggang langgang untuk kembali
ketempat duduk dia semula. Setelah itu aku tidak peduli lagi dengan bayangan
wajah yang dia berikan kepadaku pada saat tadi. Hanya seperti sebuah arus
pendek. Cepat menghilang.
Sekarang aku membuat posisi menumpuk
diatas kaki Radi yang sedang tertidur pulas. Kepalaku menjorok ke tengah bis
dan aku melihat kearah Sadi dan Rohan yang tidur duduk berdampingan di kursi
paling belakang.
Perasan gelisaku timbul lagi. Seperti
kertas putih yang terdapat coretan kotor di setiap sisi halusnya.
Aku teringat akan kejadian kenapa
mereka memilih tempat duduk yang paling belakang yang jelas-jelas sedikit jauh
dari AC bus. Dan juga tidak ada sandaran di depanya.
Kalian tahukan sandaran yang aku
maksud. Setiap kursi yang sejajar kebelakang selalu terdapat sandaran kursi
lain didepanya. Seperti halnya aku yang duduk di kursi bagian kiri bis ini.
bagian sandaran kursi ku yaitu kursi Manda yang berada di depanku. Sedangkan
kasuhi mendapat bagian sandaran kursi Mona yang berada di depanya. Hal itu akan
membuatmu efisien jika bersandar kedepan.
Apa yang mereka inginkan sehingga
memilih tempat duduk disana? Apa mereka ingin sedikit menjauhiku karena takut
aku akan bertanya membingungkan seperti kepada teman-teman yang lain saat tadi.
Apa mereka tersinggung. Aku tidak ingin memikirkan hal seperti itu saat ini.
Yang aku pikirkan kenapa mereka memilih posisi paling belakang padahal mereka
mendapat urut nomer paling depan di kursi bus ini.
Aku semakin penasaran saat melihat ke
wajah mereka.
Dan tiba tiba …
*JDUUKKK.. (suara punggungku terbentur sandaran depan karena kaki kasuhi
terangkat)
Kasuhi mengangkat kakinya reflek dan
membuat punggungku terbentur ke kursi mona dengan keras.
“ Ehh… Ada apa?.” Mona terkejut karena benturan tadi. Dia melihat kearah
kami melalui samping kanan kursinya.
“ Si beracun berulah lagi.” Manda juga
ikut melihat dengan wajah menakutkannya.
Saat mereka melihatku diposisi seperti
ini. Mereka terdiam sejenak.
Aku merasakan perasaan aneh dengan
serangan tidak langsung dari tatapan mereka.
“ Eh kau homo yah? .” Manda dengan
mulut kejamnya tiba-tiba menyerukan suara terlebih dahulu.
“ Heeee… Mandaa!!!” Secepat kilat mona
menutup mulut manda dengan tangan kirinya.
Aku masih kebingungan kenapa Manda
berkata seperti itu. Aku mulai memperhatikan situasiku sekarang.
“HHHAAAHH..!! ini bukan seperi itu.”
Aku tersadar akan posisiku dan kasuhi yang saling menumpuk.
“ Tidak apa–apa Erenda. Manda hanya
bercanda. Hehe.” Mona tersenyum terpaksa lagi.
“ Jangan langsung percaya.” Sahutku
cepat karena malu.
“ Tenang –tenang. Kami akan menjaga
rahasia ini.” Manda berkata seperti dia tahu rahasia kami. Tahu banyak
hal tentang rahasia kami.
“ Ehh AaaaaaaaaaaaaaaaaaaHhhhhhHHHHHHHHHH…!!!!!!.”
Aku akhirnya menyerah kepada mereka.
Mona dan Manda tertawa dengan manis dihadapanku.
✵✵✵
Posted by taichu on 09.33 with No comments
BAB
3 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 3
Aku
memastikan waktu untuk menyesuaikan jadwal yang ada di kertas jadwalku. Waktu
sekarang sudah menunjukan pukul 07.55 AM. Itu menandakan bahwa pengarahan
ini sudah berjalan 20 menit semenjak awal intruksi di berikan.
Jika memang pengarahan
ini di berikan secara menyeluruh, kenapa tidak di laksanakan sebelum hari H.
Atau seminggu sebelum kegiatan ini dimulai. Durasi yang di butuhkan cukup lama.
Di tambah lagi cuaca hari ini sangat terik dan juga panas. Hal itu menambah
keluh kesah yang dirasakan setiap murid yang sedang berkumpul dipengarahan ini.
Suhu tubuhku
mulai naik. Aku mencoba mengibas-ngibaskan bajuku untuk mengurangi hawa panas
yang mulai melebur di beberapa bagian.
Tempat yang
di tentukan untuk berkumpulpun tentunya tidak strategis. Apalagi barisan murid-murid
yang berkerumun ini menghalangi jalan masuk menuju sekolah. Semua terlihat
bergerumbul dan tidak beraturan. Seperti barisan ini tidak ada yang mengatur.
Atau mungkin yang mengatur barisan ini memang tidak disini.
“ Panas sekali ya, hari ini.” Dari belakang, tiba-tiba salah satu
teman satu bis ku menyapa terlebih dahulu. Raut wajahnya merah padam karena
sengatan matahari. Temanku ini bernama Radi Edika. Orang-orang biasa
memanggilnya Radi. Badanya tegap tinggi dan dia mempunyai tatanan rambut yang
cukup rapi. Penampilanya agak mencolok dengan kontras warna baju yang tidak
sepadan.
“ Sepertinya
begitu. Hehe~” Aku tertawa kecil untuk menyelaraskan pembicaraan.
Saat ini aku
dan Radi sedang berada di barisan paling belakang kerumunan pengarahan. Dengan
batasan pendengaran yang tidak dapat kita jangkau. Kita hanya bisa diam dan
juga menunggu selesainya pengarahan yang memakan waktu cukup lama ini.
Aku sedikit
gelisah karena aku tidak bisa memastikan informasi yang sedang di sampaikan
oleh guru pembimbing yang ada didepan.
Sesekali aku
bertanya kepada salah seorang teman satu bisku yang berada sedikit jauh didepan
barisan, dan alhasil dari penyampaian yang dia berikan tidak begitu mengerti
apa yang sedang di bicarakan oleh guru pembimbing yang ada didepan.
Yang pasti
itu tentu wajar.
Dia juga tidak terlalu paham dengan apa yang sedang
disampaikan didepan sama sepertiku, keterbatasan pendengaran dan suara yang
tidak terjangkau diarea sekitar sini.
“ Ahkk sial.
.” Aku memukul paha ku dengan tanganku yang sedari tadi mengenggam dengan erat
Secara
spontan Radi menoleh kearahku. Begitupula sebaliknya dengan ku.
“ Kau tidak
perlu khawatir. Tenang saja “ Radi menengarai dengan nada yang cukup tenang. “
Aku sudah paham dengan semua pembicaraan dari guru pembimbing yang ada didepan.
Sepertinya ditengah sana sedang terjadi suatu masalah” pungkasnya ringan.
Dengan kata-katanya yang meyakinkan Radi menimbun pernyataan
yang membuat gelisahku perlahan hilang.
Lalu–
Yang aku
pikirkan kenapa dia paham itu cukup sulit untuk di mengerti. Itu yang membuat
rasa gelisah ku mulai menghilang dan lebih mengarah ke rasa penasaran.
Maksudku dia
sedikit misterius dari orang biasanya. Dia selalu bersemangat terhadap segala
hal yang dia hadapi. Dia mengabaikan beberapa aspek yang penting seperti dia
sudah begitu paham dengan aspek yang sedang dibahas. Apa karena dia orang yang
ingin bebas terhadap segala sesuatu. Tidak mau berfikir keras dan juga spontan.
Itu tidak akan memberatkan apa yang terjadi saat ini. Kalau boleh aku beropini
dengan sikap Radi. Dia hanya seperti orang yang tidak serius dan hanya
bermain-main.
Tentu saja
itu bukan alasan utama. Kalian bandingkan saja Radi dengan barisan yang berada
tepat di depanku. Mereka yang serius mendengarkan dengan Radi yang hanya santai
di belakang, tangan menyilang di sekitar dada. Aku sedikit bingung bagaimana
dia bisa paham dengan pembicaraan yang tidak dapat dia dengarkan.
“ Lalu – “ tanyaku kebingungan.
“ Lalu apa?”
dia balik bertanya. Seakan dia sindiri tidak paham dengan situasinya.
“ Yah, Yang
kamu maksudkan seperti masalah ? Apa keberangkatan kita tertunda karena ada
sesuatu? “ pungkasku sambil mengangkat bahu tidak terlalu tinggi.
“ Itu bisa
juga di katakan serupa… Hmmm… namun masalah spesifiknya hanya karena dua
orang dari bus kita. Seperti itulah. ”Dengan nadanya yang sedikit datar, Radi menjelaskan
keadaan dengan kata-kata yang banyak rumpang.
Aku
memikirkan maksud dari perkataanya. Mungkin maksud dari perkataanya adalah
masalah yang terjadi, karena ada dua orang dari grup bis kita yang belum hadir
untuk memulai keberangkatan. Karena sejak 20 menit tadi pengarahan ini belum
juga sampai di titik selesai.
Kalau aku
tidak salah mengingat, sebelum keberangkatan ini guru pembimbing pernah
menegaskan akan meninggalkan murid yang terlambat hadir dalam pengarahan yang saat
ini diberikan. Jadi itu berarti bahwa murid ini orang yang penting karena
memiliki tugas dan murid ini juga sudah paham karena tidak perlu menghadiri
pengarahan yang sudah diberikan.
Aku
juga berimbuhan bahwa murid ini orang yang dikenal dan memiliki tugas
tersendiri. Maksudku, sejak dari tadi guru pembimbing tidak memberikan kertas
absensi, absensi kehadiran. Dan keadaan ini mengarah kepada murid yang tidak
datang. Bagaimana hubungan bisa terjadi dengan absensi dan murid yang belum
datang ini. Teoriku dia adalah dibagian koordinasi bis. Dan untuk koordinasi
bis, dia yang membawa absensinya.
Tiba tiba—
“ Haahhh.
Hahhh. Hahh.. sudah— lama ya ? .“ Suara
yang terengah-engah tiba tiba datang dan memecah pemikiranku. Aku melihat
kearah laju datangnya suara dan ternyata suara yang terasa sedikit terbatah
bata itu berasal dari salah seorang teman satu bisku yang bernama Sadi, nama
lenkapnya Gunawan Sadi. Pawakan tubuhnya agak tinggi dan kurus. Tatanan
rambutnya normal dan semua diarahkan kesamping.
“ Eh...
Sekitar 20 menit semenjak kita berkumpul.” Aku reflek menjawab sesuai dengan apa
yang ada di pikiranku. Aku melihat Sadi sedikit mengeluarkan keringat.
Sepertinya dia baru menghabiskan waktu berharganya di bawah teriknya matahari.
Entah apa
yang dia lakukan tanpa balas dia langsung masuk menerobos kerumunan murid yang
sedang mendengarkan pengarahan. Terlihat Radi berdiri tegak memperhatikan Sadi
setelah dia duduk berkerudung di balik bayangan matahari.
“
Kenapa Rad ?.” tanyaku pelan.
Dia terkejut
dan mulai tertawa tipis setelah dengan wajah tegangnya itu.
“ Si
penyebab masalah. Hehe~ ” Dia membalas dengan suatu pernyataan yang tidak aku
mengerti kembali. Apa yang dia bicarakan selalu seperti sebuah pernyataan yang
banyak rumpang. Dia berbicara seolah-olah dia tahu banyak tentang apa yang
sudah di lakukan oleh Sadi saat dia baru datang tadi. Aku jadi tergerak untuk
berfikir lebih keras lagi. Agar apa yang menjadi rumpang itu dapat aku pecahkan
dengan mudah. Makna yang ingin Radi sampaikan kepadaku.
Dan saat itu.
Oh...
Suatu relasi
erat terjalin jelas di dalam pikiranku.
“Begitu ya, jadi mungkin karena ini pengarahan berjalan cukup
lama .” aku berkata sambil memegang pundak kasuhi.
Terlihat
wajah kasuhi menunjukan rasa yang tidak begitu mengerti dengan apa yang aku
bicarakan.
“ Ehh… maksudnya?” Dia cuma mendengung panjang menatapku.
“ Iya,
maksudku kenapa pengarahan ini berjalan cukup lama karena Sadi telat datang di
pengarahan ini.”
Radi memasang wajah yang tidak
terlalu puas.
“ Oh… Mmm… iya, seperti itulah.” Dia mengatakanya dengan
sedikit terpaksa.”
*Tiba-tiba lagi dari arah belakang…
“Minggirlah. “
Suara mengejutkan. Suara itu membuat
aku dan Radi bersamaan memperhatikan asal datangya suara.
Wajahnya ber
expresi datar. Dia tidak pandai dalam menata tatanan bajunya. Badanya tegap
besar. Dia adalah Rohan, nama lengkapnya Rohani Surya. Dia juga salah satu
bagian kelompok murid dari bis kami.
Aku melihat
Rohan menggendong sebuah gallon berisi air dengan tulisan di gallon itu adalah
nama dari sekolah kami.
Kedua
tanganya sedikit kesulitan.
“ Biarkan
aku membantu .“ tawarku ringan.
“ Kau tidak
perlu.” Dengan cepat dia menolak bantuanku. Belum sempat aku melepas dekapan tangan
ku dari gallon air yang dia bawa. Dia mulai menatapku dengan mata seperti mata
yang tidak mempunyai ekspresi kehidupan. Dia melihat seakan akan kau percuma
jika membantuku saat ini. Itu tidak berarti.
Sambil
menampik dekapan ku dia berdiri serius.
Dan lalu....
“PERCUMA…
__MU_ _RA__ A__N MAT_ “
Rohan
mengatakan sesuatu yang sangat jelas namun aku tidak bisa mendengarnya dengan
benar.
Di telinga
ku seperti ada dengungan yang membuatku tuli sementara. Seperti ada yang
mempengaruhiku agar aku tidak bisa mendengarkan perkataan itu. Tiba tiba Sadi
menarik tangan Rohan saat aku sedang kebingungan dengan apa yang sedang terjadi
saat ini. Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Sikap Rohan yang seperti
itu sudah sering terjadi semenjak salah satu saudara kandungnya meninggal dunia
atas insiden kecelakaan. Dia berperilaku malas dan juga dingin ke setiap orang.
Itu mungkin
wajar karena dia kehilangan saudaranya yang sangat dekat.
Yang aku
pikirkan saat ini adalah Radi.
Dia mencongakan wajahnya untuk sekilas menatap langit tanpa
awan.
“ Kamu
sedang apa ? .” aku bertanya untuk kepastian.
Dia
memandangku sebentar dan kembali kepandangan awalnya.
“ Hari ini
panas ya? Kau juga merasakanya kan.”
“ Hehh… bukankah
kita sudah membicarakan tentang hal ini saat tadi .”
Sekarang dia
menatapku lagi.
“ Sepertinya kamu yang membuka
pembicaraan kita saat ini Erenda. “ kata Radi santai “ Dan aku pikir ini
pertama kalinya kita
membahas tentang teriknya matahari.”
Eh—
Jantungku
berhenti sebentar.
Aku memang selalu tidak paham dengan apa yang sedang di
bicarakan Radi. Tapi kali ini dia berbicara tanpa memberikan rujuk untuk
mengisaratkan perkataanya itu seperti apa.
Maksudku
yang dikatakanya saat ini seperti buah semangka yang tumbuh di tangkai tomat.
Tidak masuk akal.
“ Aku tidak
paham Radi ? Maksudku kita sudah sejak dari tadi bicara tentang hal ini.
Bukankah sejak tadi kita sedang membicarakan tentang pengarahan yang tertunda. Ya…
Dan kamu sendiri yang menyadari hal itu ketika aku sedang gelisah karena sulit
mendengarkan.” Kataku panjang lebar.
Bukankah seperti itu Radi—
Lalu—
Dia
menatap ku dengan wajah yang tidak begitu mengerti.
“ Sepertinya
ada yang salah denganmu hari ini Erenda. Kamu bisa lihat keadaan sekitarkan ?
Semua sudah berjalan menuju bis masing masing. Dan aku tidak mengerti dengan
apa yang kamu maksudkan perkataan tertunda itu. “
Aku menatap sekelilingku dan mendapatkan hasil yang
menngejutkan.
Mereka semua tidak berkerumun.
Mereka semua berjalan menuju bis. Dan hanya aku yang tidak mengerti.
Kenapa?
“ Radi, jangan bercanda dengan
semua ini.” Kataku dengan nada yang sedikit naik” Aku sedang serius.”
“ Ehh untuk
apa aku berbohong.” Kata Radi dengan dahi yang mengekrut “ Kau bisa lihat
sekelilingkan. Kau juga bisa tanyakan mereka.”
Mataku
berpaling untuk berfikir. Otaku berputar putar kencang karena kebingungan.
Apa yang aku
ingat tidak sesuai dengan fakta yang terjadi saat ini.
Aku mulai
bertanya kepada berapa murid-murid yang lain.
Jawaban mereka semua sama.
Mereka memadangku
seperti aku orang gila yang bertanya sesuatu yang sangat aneh.
Lalu apa
yang terjadi barusan apa hanya sebuah bayangan. Seperti bayangan yang ingin
menutupi sesuatu. Dan aku tidak menyadari sedikit pun apa maksud dari bayangan
itu.
Tiba tiba
aku mengingat sebuah nama yang berkaitan dengan kejadian ini.
“ Sadi... “
Posted by taichu on 09.27 with No comments
BAB
2 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 2
Suara intruksi yang berasal dari
salah satu guru pembimbing kami.
Semua berkumpul untuk mendengarkan
pengarahan yang akan di berikan.
✵
Posted by taichu on 09.26 with No comments
bab 1 : Ingatan yang diringkas
bab 2 : Ingatan yang diringkas #2
bab 3 : Ingatan yang diringkas #3
bab 4 : Ingatan yang diringkas #4
bab 5 : Ingatan yang diringkas #5
bab 6 : -
bab 7 : -
bab 8 : -
bab 9 : -
bab 10 : -
bab 11 : -
bab 12 : -
bab 13 : -
bab 14 : -
Posted by taichu on 09.15 with No comments
BAB
1 – Ingatan Yang Diringkas
“ Semua berkumpul “
Setelah lama aku bersandar.
Suara intruksi dari seorang guru
pembimbing kami terdengar menyerukan untuk berkumpul.
Aku segera merapikan barang bawaanku
dan menjijing erat bungkusan rompi yang baru saja aku negosiasikan dengan salah
satu teman sekelasku.
Dan saat aku berdiri—
*NgiNNNNGGGGGGGGGGGG....
"Eh—"
Posted by taichu on 08.16 with No comments
Karakter yang di gambarkan saya ambil langsung dari teman teman satu sekolah saya. Sifat dan pendeskripsian karakter belum lengkap dan banyak yang tidak saya sebutkan termasuk karakter utama.
Langganan:
Postingan (Atom)