BAB
4 – Ingatan Yang Diringkas Bagian 4
“Radi,
benarkah kamu tidak berbohong! ”Aku bertanya seraya menggoyang-goyangkan tubuh
Radi. Radi hanya berlagak bodoh dan tidak serius dengan pertanyaanku.
Aku dan Radi sudah didalam bis wisata sekarang.
Kami duduk sebaris. Setiap baris tempat duduk ditempati oleh dua orang. Ada
juga yang tiga orang di bagian kanan kami.
Bis kami berseri A1. Sekolah kami
menyewa 4 bis untuk keberangkatan semua siswa. 4 bis itu memiliki inisial B2,
C3, D4 dan yang terakhir adalah bis kami sendiri, A1.
Semua sama. Di isi dengan 65 murid di
setiap bis.
Untuk kondisi bis, mungkin tidak
terlalu bagus.
Interiornya nya tidak rapi. Catnya
kebanyakan mengelupas.
Walaupun begitu semua orang terlihat
senang karena wisata kita kali ini.
Tempat duduk kami diatur rapi oleh
coordinator bis kami. Dan coordinator bis kami adalah orang yang sangat aku
kenal, Sadi.
Semenjak kejadian itu aku selalu gelisah
dan ingin menanyakan pendapatnya langsung tentang kejadian itu, kejadian yang
terjadi saat pengarahan tadi.
Pendapat seburuk apapun yang
dilontarkan Sadi maupun Rohan setidaknya akan sedikit menutup kegelisahanku,
saat ini. Setidaknya.
Tapi Sadi terlihat sibuk
mengkoordinsai bis kami.
Dan juga tadi sempat terjadi kejadian
yang agak mengejutkan dari sopir bis dan TL kami. Mereka menanyakan list
absensi kelompok bis kami kepada katsu yang bertugas sebagai coordinator. Hal
itu di lakukan mendadak. Bahkan saat Radi sedang mengabsen kami. Namun aku
tidak berasumsi lain. Aku hanya berasumsi kepada Radi.
Sepertinya Sadi memang benar-benar sangat
sibuk. Dia mungkin tidak bisa untuk diajak bicara sebentar, mendengarkan
keluhan kecil ini. Keluhan yang mungkin hanya aku yang merasakan.
Tapi ya sudah, semua itu sudah
terlewatkan. Bahkan saat kita masuk tadi, aku sudah sedikit melupakan kejadian
tadi.
Saat ini kita sudah duduk dan berjajar
rapi menunggu keberangakatan bis. Bis akan berangakat pukul 08.30 AM.
✵✵✵
“ Hei mau cemilan ? . ” sehempas suara
membuat lamunan ku hilang berserakan di dalam bis.
Dia adalah Mona, nama lengkapnya
Monalia Fadalia. Mona adalah perempuan paling nyentrik di bis ini. Penampilan
dan gaya bicaranya mirip artis 21 an. Walaupun begitu dia sangat baik terhadap
teman temanya. Dia bukan tipe orang yang memiliki sifat sombong karena wajahnya
yang cukup manis. Dia dermawan terhadap apapun yang dia miliki. Terutama
pasokan makanan seperti saat ini.
“ Eeee… Mmmm… “ aku tidak bisa menjawab
langsung. Entah kenapa aku masih gelisah.
“ Biar aku saja! Aku laparrrrrrrrrr.“
Radi membuat muka yang bodoh lagi, ketika dia mengatakan lapar di depan Mona.
Mona tertawa kecil sambil menyerahkan
cemilanya.
“ Stoop!!! Jangan berikan cemilan
itu.” suara lain ikut bergabung dalam pembicaraan ini. Terlihat sumber suara
memperlihatkan wajahnya, untuk mengintip kami yang ada di belakang.
Dia Manda, nama lenggkapnya Amanda
Fadli. Dia teman duduk satu baris Mona. Wajahnya seram walau dia itu permpuan.
Bukan mirip laki laki. Pandangannya sinis terhadap laki laki. Itu yang
membuatnya terlihat seram.
“Eh… Manda.” Radi terkejut melihat
Manda yang ada didepanya. Wajahnya membiru seperti orang yang menahan nafas.
Posisi tubuhnya merosot kebawah sesuai pergerakan Manda yang semakin tinggi
mengangkat badanya.
“ Dia beracun.” Manda mengacungkan
tanganya kearah Radi tanpa ragu-ragu.
Badan Radi semakin merosot diantara
tempat duduk.
“ Kau, jangan sembarangan memberikan
makan ke orang lain yang tidak kau kenal.” Kata Manda kasar. Seraya mendekatkan
wajahnya ke wajah Mona.
“ Ehh.. Mm.. Iya.” Mona tersenyum
kecil terpakasa.
Radi langsung berdiri tegak setelah
celotehan Manda menyentuh telinganya.
“ Heeee… Kalian lupa kepada ku?” Dia
berkata dengan ibu jari mengarah ke dadanya tegap.
“Lalu kau siapa ? .” Ucap Manda sadis.
“ Sepertinya kita baru bertemu hari ini.” Manda semakin kejam dengan ucapanya.
Radi memasng wajah lusuh. Dia kalah dalam
perdebatan.
“ Ehkk… Zzz…. dasar nenek sihir.”
Tidak sengaja Radi mengomel dengan
kata terlarang yang sudah tersegel lama ke hadapan Manda. Olokan yang diberikan
oleh beberapa murid kepada Manda yang sangat over protective jika itu
bersangkutan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Mona. Manda seperti
nenek sihir yang mengurung putri maha cantik Mona di sebuah menara berpilar
emas.
“ Ap— “ Sahut manda terkejut “ NENEK SIHIR!!!
“ Dahi manda mengeluarkan kerutan, tanda dia marah besar terhadap Radi.
Seketika dia menarik baju Radi dan membentur
benturkan tubuh Radi ke bagian kursi yang ada di depanya.
Keramaian ini tidak hanya terjadi di
baris kami saja. Semua terlihat senang dan bahagia dengan wisata kali ini.
Setiap murid membicarakan kesukaan
mereka masing masing. Game, film dan
banyak hal yang terlihat asyik untuk dibicarakann. Bahkan ada beberapa barisan
laki laki yang bermain kartu dan juga catur magnet untuk mengisi waktu luang
mereka.
Wajah mereka terlihat menikmati
suasana ini. Mungkin hanya wajahku saja yang terlihat gelisah. Seharusnya aku
berperilaku biasa dan menikmati wisata ini. Sama halnya seperti mereka. Aku
ingat ini tidak akan terjadi lagi di minggu depan, bulan depan ,tahun depan dan
bahkan ketika aku kerja nanti.
Aku menghirup nafas panjang yang kini
udaranya tercampur oleh AC bus. Aku melihat keluar melalui kaca bus yang sanagt
bersih. Sela-sela cahaya sinar matahari menerpa lembut dipukul 07.00 ini. Aku
memeperhatikan tatanan langit yang menutupi matahari terlihat biru dan juga
menyejukan.
“ Sudalah…”
Aku mengatakannya dalam-dalam kedalam
hatiku dan mencoba untuk merasa tenggelam di genangan air yang banyak memiliki gemericik.
Untuk mengosongkan pikiran dan menghilangkan beban.
Setidaknya aku harus menikmati candaan
yang diperagakan orang-orang disekitarku ini. Dan melakukan tindakan normal
sesuai fakta yang aku alami sekarang.
“Hei mau cemilan?” Suara yang mengajaku untuk beralih topic dan
juga pikiran.
Manda menawari ku sebungkus cemilan.
Radi terlihat marah melihat ulah manda
yang mencoba mengabaikanya.
“ KENAPAAA !!! “ Dia marah karena hanya aku
yang di tawari cemilan oleh Manda.
Mereka berdua saling membenturkan
kepala seperti anak kecil yang sedang bertengkar. Aku tertawa kecil lega
melihat mereka.
✵✵✵
“ Pak AC nya bocor!” Salah seorang
murid meneriaki kondektur bus yang berkerja sebagai TL (Travel Leader) di dalam
Bus. Selain bertugas sebagai seorang TL di dalam bus dia juga bertugas sebagai
perawatan dan pembersihan bagian-bagian bus terutama di bagian AC yang sering
bocor.
“ Akh! jadi dingin.” Aku menggosokan telapak
tanganku untuk mengurangi rasa dingin.
Saat ini pukul 09.50 AM. Bis sudah berangkat sekitar 1 jam 20 menit yang lalu.
Seharusnya perbandingan suhu di luar bis dan di dalam bis bisa membuat
stimulasi hangat yang cukup nyaman. Tapi karena AC sedang bocor kali ini. Udara
di dalam bis sangat menusuk di seluruh bagian tubuhku.
“Dek tolong titip!!!”
Tiba tiba TL bis menitipkan Koran
barunya kepadaku ketika dia sedang memperbaiki kebocoran AC. Dia terlihat
kesulitan ketika membuka pintu kecil tempat pipa AC di salurkan. TL bis sudah
mengira-ngira bahwa pipa AC bagian tengah yang berada disekitar bagian atas ku
ini akan bocor.
TL bis menceritakan keluhanya kepada
kami. Ini sudah sering terjadi. Sopir dan TL bis juga sudah melaporkanya ke
perusahaan agen bus tempat dia bekerja.
Tapi laporanya tetap tidak di tanggapi
serius dari pemilik agen bus itu. Tat kala setiap kali ada kebocoran TL bus
harus turun tangan untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Alasan agen bus itu pun tidak jauh
berbeda dari alasan pertama pak sopir melapor. Itu sebabnya Tukang TL dan sopir
bis selalu kesusahan jika hal ini terjadi. Mereka takut langganan wisata mereka
akan memilih pelanggan lain.
Bukan berarti TL dan sopir bis terus
saja diam. Bahkan laporan ini sudah dikirm berulang-ulang. Perkara yang diambil
bukan hanya di bagian AC yang bocor. Dibagian cat dan beberapa interior yang
buruk juga sudah dia sematkan. Kertas laporan putih itu dia kirim kepada agen
bus tempat TL dan sopir bis bekerja. Namun hasilnya sama.
Fifty fifty.
Tapi sikap tenang TL bis ini membuat
semuanya berjalan lancer dan juga baik.
Suhu sedikit demi sedikit mulai
membaik. Murid yang awalnya tadi protes kini tidur kembali di dekapan bantal
yang dia bawah. Aku yang dari tadi terduduk, mencoba menghilangkan kebosanan
dengan membalik-balik Koran yang diberikan TL bis saat tadi.
TL bis melihat ke arahku sekilas .
Seperti ingin memastikan.
Tapi dihilingkanya wajah serius itu
kearah lubang AC yang masih harus dia perbaiki. Aku melihat tanggal dari Koran
itu seperti baru di muat hari ini. Baunya juga seperti baru di cetak.
Sambil membolak-balik bosan aku
memasang wajah malas dan posisi tubuh seperti ingin merosot kebawah lantai.
Aku balik halaman satu-persatu mulai
dari halaman satu…
Setelah itu halaman dua… Halaman
tiga…Empat…Lima…6…7…
Delapan— Dan Apa..? Aku terhenti di
halaman itu.
Aku membaca isi Koran itu dengan wajah
yang penasaran. Seperti isi berita dari Koran itu tidak asing.
“ 7 hari yang lalu ? itu sama halnya
seperti hari dimana saudara Rohan mengalami kecelakaan— Lalu…”
*SSSSSRREKKKSSSS..!!! (suara Koran
yang tergesek)
Tiba tiba TL bis mengambil kembali
Koran yang dia berikan kepadaku secara paksa.
“ Sudah selesai dek AC nya. Sudah
tidak bocor lagi.” Dia tersenyum di buat-buat seperti ingin memalingkan suasana
seriusku dalam membaca koran yang dia berikan kepadaku.
Seketika TL bis itu berjalan tunggang langgang untuk kembali
ketempat duduk dia semula. Setelah itu aku tidak peduli lagi dengan bayangan
wajah yang dia berikan kepadaku pada saat tadi. Hanya seperti sebuah arus
pendek. Cepat menghilang.
Sekarang aku membuat posisi menumpuk
diatas kaki Radi yang sedang tertidur pulas. Kepalaku menjorok ke tengah bis
dan aku melihat kearah Sadi dan Rohan yang tidur duduk berdampingan di kursi
paling belakang.
Perasan gelisaku timbul lagi. Seperti
kertas putih yang terdapat coretan kotor di setiap sisi halusnya.
Aku teringat akan kejadian kenapa
mereka memilih tempat duduk yang paling belakang yang jelas-jelas sedikit jauh
dari AC bus. Dan juga tidak ada sandaran di depanya.
Kalian tahukan sandaran yang aku
maksud. Setiap kursi yang sejajar kebelakang selalu terdapat sandaran kursi
lain didepanya. Seperti halnya aku yang duduk di kursi bagian kiri bis ini.
bagian sandaran kursi ku yaitu kursi Manda yang berada di depanku. Sedangkan
kasuhi mendapat bagian sandaran kursi Mona yang berada di depanya. Hal itu akan
membuatmu efisien jika bersandar kedepan.
Apa yang mereka inginkan sehingga
memilih tempat duduk disana? Apa mereka ingin sedikit menjauhiku karena takut
aku akan bertanya membingungkan seperti kepada teman-teman yang lain saat tadi.
Apa mereka tersinggung. Aku tidak ingin memikirkan hal seperti itu saat ini.
Yang aku pikirkan kenapa mereka memilih posisi paling belakang padahal mereka
mendapat urut nomer paling depan di kursi bus ini.
Aku semakin penasaran saat melihat ke
wajah mereka.
Dan tiba tiba …
*JDUUKKK.. (suara punggungku terbentur sandaran depan karena kaki kasuhi
terangkat)
Kasuhi mengangkat kakinya reflek dan
membuat punggungku terbentur ke kursi mona dengan keras.
“ Ehh… Ada apa?.” Mona terkejut karena benturan tadi. Dia melihat kearah
kami melalui samping kanan kursinya.
“ Si beracun berulah lagi.” Manda juga
ikut melihat dengan wajah menakutkannya.
Saat mereka melihatku diposisi seperti
ini. Mereka terdiam sejenak.
Aku merasakan perasaan aneh dengan
serangan tidak langsung dari tatapan mereka.
“ Eh kau homo yah? .” Manda dengan
mulut kejamnya tiba-tiba menyerukan suara terlebih dahulu.
“ Heeee… Mandaa!!!” Secepat kilat mona
menutup mulut manda dengan tangan kirinya.
Aku masih kebingungan kenapa Manda
berkata seperti itu. Aku mulai memperhatikan situasiku sekarang.
“HHHAAAHH..!! ini bukan seperi itu.”
Aku tersadar akan posisiku dan kasuhi yang saling menumpuk.
“ Tidak apa–apa Erenda. Manda hanya
bercanda. Hehe.” Mona tersenyum terpaksa lagi.
“ Jangan langsung percaya.” Sahutku
cepat karena malu.
“ Tenang –tenang. Kami akan menjaga
rahasia ini.” Manda berkata seperti dia tahu rahasia kami. Tahu banyak
hal tentang rahasia kami.
“ Ehh AaaaaaaaaaaaaaaaaaaHhhhhhHHHHHHHHHH…!!!!!!.”
Aku akhirnya menyerah kepada mereka.
Mona dan Manda tertawa dengan manis dihadapanku.
✵✵✵
0 komentar:
Posting Komentar